Search This Blog

Saturday, October 13, 2018

LAPORAN KASUS DAKRIOSISTITIS





LAPORAN KASUS
       I.            IDENTITAS PASIEN
Nama                           :  Ny. R
Jenis kelamin               :  Perempuan
Tanggal Lahir              : 31-12-1960
Umur                           :  54 tahun
Agama                         :  Islam
Suku/Bangsa               :  Makassar/Indonesia
Alamat                        :  Makassar
No. Register                :  069758
Tanggal pemeriksaan   : 13 Agustus 2018
Rumah sakit                : BKMM
Pemeriksa                    : dr. P

    II.            ANAMNESIS
1.         Keluhan Utama : Mata kiri terasa keluar air mata berlebih
2.         Riwayat Penyakit Sekarang :
       Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) dengan keluhan mata kiri keluar air mata berlebih sejak ± 2 minggu yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih keruh. Awalnya mata terasa gatal, keluar kotoran tetapi tidak sering, kemerahan dan bengkak pada ujung mata, dan nyeri. Pasien mengatakan bertambah nyeri apabila ditekan atau saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue. Pasien sering membersihkan matanya dengan tissue.  Demam (+) 2 hari yang lalu sebelum ke BKMM. Riwayat trauma (-), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2 tahun yang lalu
3.         Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat HT (+), DM (-), Riwayat  menggunakan kacamata (-)
4.         Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama pada keluarga.
5.         Riwayat Pengobatan :
Pasien menggunakan obat cendo lyteers, neudex 1x1 2 minggu yang lalu
 III.            STATUS GENERALIS
1.         KU                       :  Sakit sedang/ gizi cukup/ compos mentis
2.         Tanda Vital          :  -  Tekanan Darah      : 130/80 mmHg
-  Nadi                      : 84x/menit
-  Pernapasan            : 20 x/menit
-  Suhu                      : 36,7oC

 IV.            PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI   
1.      Inspeksi             
Pemeriksaan
OD
OS
Palpebra
Edema (-)
Edema (+)
Apparatus Lakrimalis
Normal
Lakrimasi  (+), sekret mukopurulen (+)
Silia
Normal
Normal
Konjungtiva
Normal
Hiperemis (+)
Bola mata
Normal
Normal

Mekanisme muskular

Normal kesegala arah

Normal kesegala arah





Kornea
Jernih
Jernih
Bilik Mata Depan
Kedalaman cukup
Kedalaman cukup
Iris
Kripte (+), warna cokelat
Kripte (+), warna cokelat
Pupil
Bulat, sentral
Bulat, sentral
Lensa
Keruh
IOL (+)

      




                           


















Gambar : Mata Pasien

2.                  Palpasi

Pemeriksaan
OD
OS
TIO
Tn
Tn
Nyeri tekan
Tidak ada
Ada, keluar sekret purulen
Massa tumor
Tidak ada
Tidak ada
Glandula preaurikuler
Tidak ada pembesaran
Tidak ada pembesaran

3.      Visus
VOD: 20/40 (tidak dikoreksi)
       VOS: 20/30 (tidak dikoreksi)
4.         Slit Lamp
OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Kekeruhan lensa kapsul posterior belum padat
OS : Konjungtiva hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada penekanan pungkum lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+)
5.         Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
6.         Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan

    V.            RESUME
Seorang perempuan berusia 54 tahun, datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) dengan keluhan mata kiri epifora dengan sekret mukopurulen sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya mata terasa gatal, keluar kotoran, edem (+), nyeri pada penekanan di pungtum lakrimasi dan bengkak ada. Pasien mengatakan bertambah nyeri apabila ditekan atau saat tersentuh ketika membersihkan mata dengan tissue. Pasien sering membersihkan matanya dengan tissue.  Demam (+) 2 hari yang lalu sebelum ke BKMM. Riwayat trauma (±), Riwayat operasi pada mata (+) kiri ± 2 tahun yang lalu. Pada inspeksi didapatkan palpebral OS edema (+), terdapat lakrimasi (+), secret mukopurulen (+), konjungtiva sedikit hiperemis (+), lensa OS pseudofakia. Pada pemeriksaan visus diperoleh VOD : 20/40 (tidak dikoreksi) dan VOS : 20/30 (tidak dikoreksi. Pada palpasi OS terdapat nyeri tekan dan keluar sekret purulen. Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan OD : Konjungtiva hiperemis (-), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Kekeruhan lensa kapsul posterior belum padat dan OS : Konjungtiva hiperemis (+), Kornea jernih, iris cokelat kripte, Pus pada penekanan pungkum lakrimal superior dan inferior, lensa : IOL (+).

 VI.            DIAGNOSIS
OD Katarak Senil Immatur
OS Dakrosistitis Akut + Pseudofakia

VII.            DIAGNOSA BANDING
1.       Kongjungtivitis
2.       Dry Eye
3.       Selulitis Orbita

VIII.            PENATALAKSANAAN    
1.         Massage / Kompres hangat
2.         C. Polydex 4x1 OS
3.         C. Lyteers 4x1 ODS
4.         Doxycyclin 100 mg 2x1

 IX.            PROGNOSIS
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1  Anatomi
A.    Unit Sekretori
Kelenjar lakrimal yang utama adalah kelenjar eksokrin yang berada di bagian superolateral orbital fossa kelenjar lakrimal. Pada proses perkembangan embriologinya bagian ini terbagi menjadi dua yaitu lobus orbital dan lobus palpebra. Kelenjar lakrimal tersusun atas lobus orbital (yang lebih besar) dan lobus palpebral (yang lebih kecil). Kelenjar ini terletak pada fossa os frontalis di superotemporal orbita. Ligamen superior transversal (ligamen Whitnall) melewati kedua bagian ini. Duktus kedua lobus ini akan melewati lobus palpebra.5
Kelenjar eksokrin aksesori Krause dan Wolfring terdapat pada bagian dalam forniks superior tepatnya diatas tarsus. Sekresi  cairan lakrimal terbagi menjadi sekresi basal tingkat rendah dan sekresi refleks.5
Gambar 1. Anatomi Sistem Drainase Lakrimal5
Lapisan film air mata tersusun atas: a. Sel goblet yang melapisi bagian dalam lapisan air mata  dan akan mensekresi musin b. Kelenjar lakrimal utama dan aksesori yang akan mensekresikan lapisan intermediet. c. Kelenjar meibomian yang akan memproduksi lapisan luar yang mengandung minyak untuk mengurangi tingkat penguapan lapisan air mata. Kelenjar lakrimal diperdarahi oleh arteri lakrimal, salah satu cabang arteri oftalmikus, begitupun aliran venanya dibawa oleh vena lakrimal dan akan dialirkan ke vena oftalmikus. Pembuluh limfenya mengikuti aliran limfatik subkonjungtiva.5
Adanya iritasi pada permukaan mata akan mengaktifasi produkasi kelenjar lakrimal. Cabang oftaklmikus nervus trigiminal berperan sebagai jalur aferen (sensorik). Jalur eferennya lebih rumit lagi. Serabut parasimpatis yang berasal dari superior nukleus salivasi di pons, keluar melalui nervus fasialis (N. VII). Serabut lakrimal tampak sebagai nervus petrosal dan melewati ganglion sfenopalatina. Lalu memasuki kelenjar lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikus dan akan beranastomosis dengan nervus zigomatikustemporal dan nervus lakrimal, namun hal ini masih diperdebatkan.5
B.     Unit Eksretori
Jalur awal sistem drainase air mata adalah melalui punctum yang berada di medial pinggir kelopak mata bagian atas dan bawah. Punctum bagian bawah terletak sedikit lateral bila dibandingkan dnegan yang atas. Disekitar punctum akan dilapisi oleh ampulla. Setiap punctum akan menuju masing-masing kanalikulus. Kanalikus dilapisi oleh epitel nonkeratinized dan epitel skuamus yang tidak memproduksi musin. Pada 90% orang kanalikulus akan bergabung menjadi satu saluran sebelum memasuki dinding sakus lakrimal.5
Sistem drainase lakrimal tersusun atas beberapa bagian, sebagai berikut:
a.       Punctum yang terletak pada posterior pinggir kelopak mata. Secara normal akan tampak pada inspeksi kelopak mata yang dieversikan.
b.      Kanalikulus akan melewati pinggiran kelopak mata secara vertikal sekitar 2 mm. Lalu akan mengarah ke medial dan berjarak 8 mm secara horizontal untuk mencapai sakkus lakrimal. Kanalikulus superior dan inferior akan menyatu dan 90% akan terbuka kearah dinding lateral sakus lakrimal. Terdapat katup kecil (katup Rosenmuller) pada perbatasan kanalikulus komunikata dan sakus lakrimal. Katup ini berfungsi mencegah refluks air mata ke kanalikulus.
c.       Sakus lakrimal sepanjang 10-12 mm dan berada di fossa lakrimal diantara krista lakrimal anterior dan posterior. Sakkus lakrimal terpisah dari meatus media kavitas nasal karena dipisahkan oleh prosessus frontalis maksila. Pada tindakan dakriostorinostomi dibuat sebuah anastomosis antara sakkus dan mukosa hidung untuk melewati obstruksi pada duktus nasolakrimal.
d.      Duktus nasolakrimal sepanjang 12-18 mm terletak pada bagian inferior sakkus lakrimal. Duktus ini terletak pada lateral dan posterior meatus nasal inferior. Pintu pembukaan duktus tertutupi oleh katup Hasner.5


3.2  Fisiologi
Air mata disekresikan oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori serta akan melewati permukaan mata. Sejumlah penyusun cairan akan menghilang akibat penguapan.Aliran air mata akan tampak seperti pada gambar. Air mata akan mengalir melalui batas atas dan bawah kelopak mata, menumpuk pada sakus lakrimal dan menuju kanalikulus. Setiap kedipan mata mengakibatkan otot orbikularis okuli akan menekan ampula, dan menekan kanalikuli untuk mencegah refluks aliran. Secara simultan, kontraksi lakrimal orbikularis okuli akan membuat sebuah tekanan positif yang membuat air mata mengalir ke duktus nasolakrimal dan kehidung. Saat mata kembali terbuka, kanalikulus dan sakus kembali mengembang dan menciptakan tekanan negatif yang menerik air mata dari kanalikulus menuju sakus.5
Gambar 2. Fisiologi Pompa Lakrimal5
Saat kelopak mata terbuka secara penuh, punctum akan terbuka dan tekanan negatif akan menarik kembali air mata kekanalikulis. Kedipan mata yang melemah dengan mekanisme lakrimasi yang normal menjadi alasan mengapa pada beberapa pasien yang mengalami kelumpuhan nervus fasila mengalami epifora.5
3.3  Definisi
     Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.6

3.4  Epidemiologi
Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dakriosistitis lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria, dengan kelompok usia lebih banyak pada bayi dan dewasa usia lebih dari 40 tahun. Namun belum terdapat data epidemiologis tentang kejadian dakriosistitis di Indonesia.3
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur. 6
Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6
3.5 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi ductus nasolakrimalis:
  1. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
  2. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
  3. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.
  4. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.1,6
            Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus . Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.1,6
Faktor resiko lain seperti umur, wanita, ras (kulit hitam lebih sering dikarenakan ostium nasolakrimal lebih besar, sedangkan kanal lakrimal lebih pendek dan lurus), abnormal nasal seperti deviasi septum, rhinitis, hipertrofi inferior turbinate pada bagian yang infeksi.4
3.6 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
  1. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
  1. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
  1. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.7
3.7 Patofisiologi
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis. Beberapa penyebab utama dari proses infeksi terbagi menjadi 3,yaitu :
1.    Viral
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-Barr virus, Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus, Echoviruses, Coxsackievirus A Pada anak dapat terlihat sebagai komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.
2. Bacterial
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium tuberculosis, Borrelia burgdorferi. Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reakso radang pada kelenjar lakrimal ini.
3. Fungal (jarang)
Histoplasmosis, Blastomycosis, aktinomises, nokardiosissporotrikosis.
4. Sarkoid dan idiopati
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya dakrioadenitis adalah :
a.       Sarcoidosis
b.      Graves disease
c.       Sjogren syndrome
d.      Orbital inflammatory syndrome
e.       Benign lymphoepithelial lesion6
            Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
1.      Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
2.      Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
3.      Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista.8
3.8 Gejala Klinik
            Gejala utama dakriosistitis adalah berair-mata dan belekan (bertahi mata). Pada keadaan akut terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata dan demam. Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah di daerah sakus lakrimal, dan nyeri tekan di daerah sakus, disertai sekret mukopurulen yang akan memancar bila kantung air mata ditekan. Daerah kantung air mata berwarna merah meradang.1,6

Gambar 3. Dakriosistitis Akut6
Pada keadaan menahun tak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejala berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata kena angin. Bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret yang mukoid dengan nanah di daerah pungtum lakrimal, mata berair, dan kelopak melekat satu dengan lainnya.6
            Pada dakriosistitis kongenital anda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epifora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air mata dan cairan. Pada banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen dapat dihilangkan dengan massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan adanya obstruksi terhadap aliran. Pada dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada tanda sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas.9 Pada dakriosistitis pneumonia, sesekali timbul ulkus kornea setelah trauma kornea ringan.1
3.9 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.6
a.       Anel Test
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila adanya cairan yang mengalir di tenggorok dan terasa asin. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.4
Gambar 4. Anel Test4
b.      Probing test
probing test, bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punktum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sakus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.4
c.       Fluorescein clearance test
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada kertas didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.4
Gambar 5. Fluorescein clearance test4
d.      Dye dissapearance test (DDT)
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp.6
e.       Jones dye test
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada ductus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.6
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.


3.10 Diagnosa Banding
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.7
b. Kongjungtivitis
            Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.  Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik.  Peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap, angina dan sinar.6
Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu mata merah, terdapat kotoran pada mata, mata terasa panas seperti ada benda asing yang masuk, mata berair, kelopak mata lengket, penglihatan  terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata.6
c.    Dry Eye
Sindrom mata kering atau dry eye adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan permukaan okuler yang mengakibatkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata. Penyakit ini disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan okuler.12
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau, penglihatan kabur sementara, iritasi mata, fotofobia, sensasi benda asing, perasaan terbakar dan nyeri.13
Tanda dan gejala mata kering seperti sensasi pedih, sensasi terbakar, merasa kekeringan, merasa kasar dan nyeri pada mata, mucus berserabut di sekitar mata, sensitif pada rokok dan angin, mata kemerahan, kelelahan mata setelah membaca pada waktu yang singkat, fotofobia, tidak nyaman ketika memakai lensa kontak, penglihatan kabur dan ganda, kelopak mata menempel bersama ketika bangun tidur.14
3.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita.
Komplikasi pada dakriosistitis lebih kepada komplikasi terapi bedah. Dakriosistorinostomi bila dilakukan dengan baik merupakan prosedur yang cukup aman dan efektif. Namun, seperti pada semua prosedur pembedahan, komplikasi berat dapat terjadi. Perdarahan merupakan komplikasi tersering dan dilaporkan terjadi pada 3% pasien. Selain itu, infeksi juga merupakan komplikasi serius dakriosistorinostomi. Beberapa ahli menyarankan pemberian antibiotik drop spray pada hidung setelah pembedahan. Kegagalan dakriosistorinostomi paling sering disebabkan oleh osteotomi atau penutupan fibrosa pada pembedahan ostium yang tidak adekuat. Komplikasi lainnya meliputi nyeri transient pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.10
3.12 Penatalaksanaan
Pengobatan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinis penyakit. Pengobatan dakriosistitis pada anak/neonatus dilakukan pengurutan pada kantong mata ke arah pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotik atau tetes mata, sulfonamid 4-5 kali sehari. Bila perlu dapat dilakukan probing ulang. Sedangkan pada dewasa pengobatan dapat dilakukan dengan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. Antibiotik yang sesuai, baik sistemik maupun lokal. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila peradangan sudah dapat diatasi terlebih dahulu.6
A.    Dakriosistitis Akut
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotik lokal dan sistemik. Tatalaksana dakriosititis dapat diberikan antibiotik seperti amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500 mg per oral tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Beberapa antibiotik yang dapat digunakan seperti amoxicilin dan clavulanat, ampicilin dan sulbactam, levofloxacin, trimetropim atau polimiksin B tetes, gentamisin, tobramisin tetes, deksametason.4
Dakriosistitis akut dengan selulitis orbital mengharuskan pasien di rawat inap dengan pemberian antibiotik intravena (IV). Ampicilin-sulbactam, ceftriaxon dan moxifloxacin adalah antibiotik alternatif yang mungkin diberikan. Vankomisin harus dipertimbangkan untuk yang dicurigai infeksi MRSA. Terapi antimikroba empiris IV untuk Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin (nafcillin atau cloxacillin) harus segera dimulai. Perwatan dengan kompres hangat dapat membantu dalam penyelesaian penyakit. Abses kantung nasolacrimal yang menonjol harus dibedah.7
Infeksi purulen pada saccus lakrimal harus diperlakukan sama. Rawat inap tidak wajib kecuali kondisi pasien tampak serius. Perawatan dengan antibiotik oral (misalnya amoxicilin-klavulanat) adalah pilihan yang tepat.7
Berikut ini adalah beberapa petunjuk penatalaksanaan dakriosistitis akut :11
a.         Hindari irigasi atau probing sistem kanalikular sampai infeksi teratasi. Pada kebanyakan kasus, irigasi tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan akan sangat nyeri jika dilakukan pada infeksi yang sedang aktif.
b.        Hampir sama, probing diagnostik atau terapi pada duktus nasolakrimal tidak diindikasikan pada pasien dewasa dengan dakriosistitis akut.
c.         Antibiotik topikal terbatas penggunannya. Mereka tidak sampai ke fokus infeksi karena terjadi stasis pada sistem drainase lakrimal. Mereka juga tidak bisa penetrasi sempurna kedalam jaringan sekitar.
d.        Antibiotik oral efektif pada kebanyakan infeksi. Bakteri gram positif adalah penyebab terbanyak pada dakriosistitis akut. Bagaimanapun diduga organisme gram negatif pada pasien dengan diabetes atau imunokompromis atau pada orang-orang yang terpapar patogen atipikal (misal, idividu yang dalam masa perawatan).
e.         Antibotik parenteral biasa digunakan pada penatalaksanaan kasus-kasus yang berat, terutama jika terdapat selulitis atau ekstensi orbital.
f.         Aspirasi sakus lakrimal mungkin bisa dilakukan jika terdapat folikel-mukokel yang terlokalisir dan melekat pada kulit. Informasi antibiotik sistemik yang digunakan adalah berdasarkan hasil kultur..
g.        Abses yang terlokalisir pada sakus lakrimalis dan jaringan sekitar ditatalaksanakam dengan insisi dan drainase. Penatalaksanaan ini harus direservasi untuk kasus yang berat dan kasus-kasus yang tidak respon pada tindakan konservatif, karena secara kronis dapat terbentuk eptelialisasi-fistula antara yang menghubungkan drainase dengan sakus lakrimalis.
h.        Dakriosistitis yang mengindikasikan terjadinya obstruksi total pada duktus nasolakimalis memerlukan tindakan dakriosistorinostomi (DCR) pada kebanyakan kasus karena terjadi epifora persisten dan infeksi berulang. Pada umumnya, tindakan pembedahan ditunda sampai terjadi resolusi infeksi akut. Beberapa pasien, bagaimanapun, berlanjut mendapatkan infeksi subakut sampai bedah drainase definitif dilakukan.
B.     Dacriosistitis Kronik
Pada dakriosistitis kronik dilakukan irigasi dengan antibiotik. Bila penyumbatan menetap perbaiki sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakriosistorinstomi bila keadaan radang sudah tenang. Masase atau pemijatan dapat menimbulkan refluks material mukoid melewati sistem kanalikuli ke permukaan mata. Probing diagnostik dan irigasi harus dilakukan pada saluran atas mata pada pasien dewasa karena probing duktus nasolakrimalis tidak membuat terjadinya patensi persisten pada dewasa. Jika tidak dicurigai adanya tumor, tidak ada evaluasi diagnostik lanjut yang diindikasikan untuk memastikan diagnosis obstruksi duktus nasolakrimalis total. Dakriosistitis kronis perlu diatasi secara pembedahan sebelum pembedahan intraokular elektif.6,11
Penatalaksaan dakriosistitis dapat juga dilakukan dengan pembedahan, yang bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Setelah infeksi sembuh, pasien akan memerlukan operasi perbaikan penyumbatan saluran nasolakrimal. Operasi ini disebut Dakriosistorhinostomi (DCR), dimana saluran baru dibuat untuk memungkinkan air mata mengalir keluar kembali, melalui hidung. Operasi spesifik tergantung pada bagian yang menyumbat. DCR dapat dilakukan dengan cara sayatan terbuka atau endoskopi.15
3.13 Prognosis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan kesembuhan pada infeksi akut. Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. Jika stenosis menetap lebih dari 6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe. Satu kali tindakan efektif pada 75% kasus.10




















DAFTAR PUSTAKA
1.         Eva PR, Whitcher JP. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed 17. Jakarta: EGC, 2013; Hal 89 .
2.         Shah CP, Santani DA. Comparative bacteriological profile and antibiogram of dacryocystitis. Nepal J Ophthalmol. 2011; 3(6):134-9 p.
3.         Dahlan MR, etc. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Bandung. 2017 Des ; 49(4): Hal 281-2  .
4.         Raswita NEA, Himayani R. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan Fistula Sakus Lakrimalis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Tangerang. 2017; 7(3): Hal 57-8.
5.         Rahmawaty R. Obstruksi Ductus Nasolakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2018; Hal 2-5.
6.         Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. Jakarta: FKUI, 2013; Hal 105-6 .
7.         Gilliland GD. Dacryocystitis. 2018. Available in https://emedicine.medscape.com
8.         Maamoun T. Chronic Dacryocystitis. 2009. Available in http:// eyescure.com/Default.aspx?ID=84.
9.         Nelson L. Gangguan Mata. Ilmu Kesehatan Anak. 2000. Jakarta : EGC. Hal 2164- 65.
10.     Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal. 2012.Hal 42-50 .
11.     American Academy of Ophthalmology Eye System M. D. Association. 2008. Eye Lid, Orbita, and Lacrimal System.
12.     International Dry Eye Workshop (DEWS), 2007. Report of the International Dry Eye WorkShop (DEWS). The Ocular Surface, 5 (2): 59-201. 
13.     Kanski, J.J. & Browling, B., 2011. Lacrimal Drainage System and Dry Eye Disorders. In: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 7th Edition. Philadelphia: ElSevier, 66-67, 122-123.
14.     Bhowmik D, et al. 2010. Recent Aspect Of Dry Eye Syndromes Pathophysiology and Management of The Disease. Journal of Scholar Research Library vol: 1, no: 1, hal: 141.
15.     Bruce, Chris, and Anthony. Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta: Penerbit Erlangga;2010.h.273-41

No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...