Caisson disease
adalah istilah yang digunakan
oleh Andrew Smith untuk menggambarkan penyakit yang ia temui di antara
para pekerja selama pembangunan Jembatan Brooklyn. Meskipun lebih sering
disebut penyakit dekompresi hari ini, caisson
disease tetap menjadi ucapan
sehari-hari yang populer. Hal ini umumnya digunakan untuk
membedakan penyakit dekompresi
industri / konstruksi
dari menyelam dan penyakit
dekompresi ketinggian. Termasuk
pertambangan, terowongan, dan pembangunan jembatan. Terlepas dari nama,
penyakit tetap sama. Ini adalah penyakit dengan pembentukan nitrogen yang
terlalu banyak.1
Caisson disease
(CD) atau decompression sickness adalah suatu
penyakit atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya
sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase
larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-paru dapat
mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba
tadi dapat mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.2
Caisson disease
diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam
nyawa, dan ditandai dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta
pembengkakan pada limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan masalah serius
dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi,
sirkulasi, dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan
saraf pusat. 2
Gejala caisson disease dicatat pada pekerja jembatan setelah
menyelesaikan pekerjaan mereka di
bawah air dan kembali
ke permukaan. Gejala
ini meliputi pusing, kesulitan
bernapas, dan nyeri
di sendi atau
perut. Para pekerja
sering mengalami sakit punggung
yang parah yang
membuat mereka membungkuk, sehingga nama
lain dari penyakit
Caisson adalah "the
bends". Barotrauma penyelaman
dapat hadir dengan berbagai manifestasi, dari rasa sakit telinga atau
mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama, kelumpuhan, koma, dan kematian.
Sebagai hasil dari berbagai presentasi, gangguan ini harus dipertimbangkan dalam
setiap pasien yang
baru-baru ini terkena perubahan yang
signifikan pada tekanan udara. Ada
3 manifestasi utama barotrauma yang
meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2) penyakit
dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.3
TINJAUAN PUSTAKA
1.
DEFINISI
Caisson
disease (sinonim :
Bends, Compressed Air
Sickness, Divers’s Paralysis, Dysbarism) adalah suatu penyakit atau
kelainan-kelainan yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya
gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat
penurunan tekanan di sekitarnya.4
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit dekompresi jarang
terjadi, diperkirakan 2,8 kasus per 10.000 penyelaman, dengan risiko 2,6 kali
lebih besar untuk laki-laki daripada perempuan. DCS mempengaruhi sekitar 1.000
penyelam scuba AS per tahun. Pada tahun 1999, para penyelam Jaringan Siaga
(DAN) dibuat "Proyek Dive Eksplorasi" untuk mengumpulkan data tentang
profil menyelam dan insiden.Dari tahun 1998 hingga 2002, mereka merekam 50.150
penyelaman, dari yang 28 recompressions diminta - meskipun ini akan hampir pasti
mengandung insiden emboli gas arterial (USIA) - laju sekitar 0,05%.4
Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang
insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan
instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki
mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan
penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun
mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding
penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan
istruktur yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit
dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang
tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan
(BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74 kali dibanding dengan penyelam dan
instruktur dengan berat badan normal (BMI < 25).2,6
3.
ETIOLOGI
Caisson disease biasanya diakibatkan oleh pembentukan
gelembung gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai
macam gangguan. Suatu gelembung gas
yang terbentuk di
punggung atau persendian
dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends). Gelembung gas pada
jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan
paraestesia, neuropraxia, atau paralisis.
Sementara gelembung gas
yang terbentuk pada
sistem sirkulasi dapat mengakibatkan emboli gas pada paru
atau serebrum. Beberapa macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak.
Nitrogen misalnya, 5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam air. Rata-rata
40-50% cedera akibat Caisson disease serius mengenai susunan saraf pusat.
Mungkin wanita mempunyai resiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak
lemak dalam tubuhnya. Caisson disease juga terjadi di daerah ketinggian. Orang-orang
yang menyelam di
danau suatu gunung
atau menggabungkan menyelam kemudian melakukan penerbangan.3
4.
PATOGENESIS5,6
Otopsi pada manusia dan binatang dalam kasus
caisson disease yang berat menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas dalam
pembuluh darah dan jaringan ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas
tadi berhubungan dengan timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah
ataupun jaringan tubuh pada waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh
(dekompresi).
Kondisi supersaturasi gas dalam darah dan
jaringan sampai suatu batas tertentu masih dapat ditoleransi, dalam arti masih
memberi kesempatan gas untuk berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam
darah, kemudian ke alveoli paru dan diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati
suatu batas kritis tertentu (supersaturation
critique), kondisi supersaturasi akan menyebabkan gas lepas lebih cepat
dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa gelombang gas.
Gelembung-gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah (intravaskuler),
jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler).
Dengan adanya fenomena seperti di atas, maka
ada korelasi antara jumlah gelembung gas yang terbentuk dengan kemungkinan
timbulnya atau berat ringannya penyakit dekompresi. Gelembung gas
ekstravaskuler menimbulkan distorsi jaringan dan kemungkinan kerusakan sel-sel
di sekitarnya. Ini bisa mengakibatkan gejala-gejala neurologis maupun gejala
nyeri periartikuler. Terbentuknya gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis
karena aliran darah vena di jaringan tersebut yang relative lambat sehingga
menghambat kecepatan eliminasi gas dari jaringan.
Gelembung-gelembung gas intravaskuler akan
menimbulkan 2 akibat, yaitu :
1.
Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan
menimbulkan iskemia atau kerusakan jaringan sampai infark jaringan,
2.
Akibat tidak langsung atau akibat sekunder
dari adanya gelembung gas dalam darah (dikenal dengan secondary blood bubble interface reactions) bertanggung jawab atas
terjadinya fenomena hipoksia seluler pada penyakit dekompresi.
Ada dua macam gelembung gas intravaskuler,
yaitu :
1.
Gelembung yang stationer,
2.
Gelembung yang ikut sirkulasi.
Gelembung gas intravaskuler yang stationer
selain menimbulkan efek sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses
biokimia dan bisa menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala
neurologis perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila
tidak banyak jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak akan menimbulkan sumbatan
pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke dalam system arterial lewat shunt
di paru.
Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial akan menimbulkan gangguan
perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya
iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan ini bisa memberi gejala
neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas intravaskuler menimbulkan
agregasi trombosit pada permukaan antara gelembung gas dan plasma, yang diikuti
serangkaian proses reaksi biokimia yang kompleks berupa pelepasan zat-zat
seperti katekolamin, SMAF (Smooth Muscle
Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral lain.
Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh
rangkaian proses biokimia yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :
1.
Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler
dengan akibat :
a.
Hemokonsentrasi dan hipovolemia
b.
Udema paru
2.
Statis pada kapiler-kapiler karena adanya
hemokonsentrasi
3.
Hiperkoagulasi dalam darah
4.
Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli
Semua perubahan
diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya hipoksia seluler pada
penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat heterogen dihubungkan dengan
masalah kemampuan menyerap atau melepaskan gas nitrogen, ada jaringan yang
cepat dan ada yang lambat dalam mencapai saturasi (kejenuhan) nitrogen
tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke jaringan dan daya larutan
nitrogen dalam jaringan.
Darah adalah cairan
tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan nitrogen. Darah menerima nitrogen
dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen dalam waktu beberapa menit. Otak
termasuk dalam jaringan yang cepat karena mempunyai banyak suplai darah. Tulang
rawan pada permukaan sendi mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga
memerlukan waktu lebih lama (sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan
nitrogen. Nitrogen mempunyai daya larut yang baik dalam jaringan lemak,
sehingga jaringan lemak bisa melarutkan nitrogen lebih banyak daripada
jaringan-jaringan lainnya.
Konsep jaringan
cepat dan lambat penting untuk memahami bentuk-bentuk klinis penyakit
dekompresi yang mungkin timbul. Penyelaman singkat dan dalam akan menghasilkan
pembebanan nitrogen yang tinggi pada jaringan-jaringan cepat, tetapi tidak
cukup waktu untuk pembebanan tinggi pada jaringan-jaringan lambat. Dekompresi
yang inadekuat memungkinkan pembentukan gelembung nitrogen didalam darah yang
bisa mengakibatkan gangguan pernapasan (chokes)
atau gejala neurologis.
Penyelaman yang
relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan nitrogen yang kurang lebih
sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih lambat. Perbedaan tekanan
yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan permukaan menyebabkan darah
lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen tersebut, karena darah sebagai
jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih cepat lewat alveoli paru
sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti ini cenderung
menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah jaringan lambat
dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.
Bila seseorang
menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media pernapasan
untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia menyelam akan
semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam jaringan tubuh. Sesuai hukum
Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding dengan tekanan gas di
atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi dalam jaringan
tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang
merupakan gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di
permukaan laut adalah 1 Atmosfer Absolut
(ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan bertambah 1 ATA. Jadi
bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam pada
permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3 liter N2.
N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam
jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut
serta daya gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung
N2 yang tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada
jaringan yang lainnya. Ketika penyelam naik ke permukaan dan tekanan gas turun,
terjadi kebalikan dari proses yang memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan
parsial N2 yang rendah dalam paru-paru selama naik menyebabkan darah
melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini berlangsung beberapa
jam karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan perlahan-lahan, dan
tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk menghilangkan semua N2 yang
berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2 tidak
dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang dilukiskan
diatas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk mempertahankan
kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena yang kita lihat bila
tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.
5.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis
caisson disease dibagi
menjadi dua kategori:5,7
a. Tipe I
Tipe I mempengaruhi
sistem musculoskeletal, kulit dan saluran limfe. Tipe I juga disebut
”bends”. Dirasakan sebagai nyeri periartikuler di lengan dan kaki. Siku dan bahu adalah
yang paling sering terpengaruhi. Secara klasik, penempatan dan pengembangan manset
spigmomanometer hingga 150-200 mmHg pada sendi yang sakit dapat meredakan
rasa sakit dan membantu menegakkan diagnosis; akan tetapi sensitivitas tindakan
ini cukup rendah berdasarkan suatu studi.
Manifestasi kulit pada caisson disease tipe I bisa
mencakup gatal, eritema, pembengkakan dan nyeri di sendi dan otot-otot di sekitarnya. Bisa timbul
mendadak atau berangsur-angsur. Nyeri periartikuler ini mulanya hanya berupa rasa
kaku atau tidak enak yang sukar dilukiskan. Gerakan-gerakan anggota tubuh mungkin
dapat meringankan sakitnya pada fase permulaan , namun pada jam-jam berikutnya
akan berdenyut-denyut. Rasa sakit sering bertambah setelah 24 jam tanpa terapi
dan biasanya akan reda dalam waktu 3-7 hari dan berubah jadi rasa nyeri tumpul.
Bisa tampak hiperemi yang bisa dikelirukan dengan radang sendi. Yang paling
sering terkena adalah sendi bahu. Sendi lain yang juga bisa terserang adalah sendi
siku, pergelangan tangan, sendi paha, sendi lutut, dan pergelangan kaki. Bisa
terserang 2 sendi atau lebih tetapi jarang simetris. Tipe I dapat memberikan
gejala-gejala lain seperti kelelahan yang berlebihan setelah menyelam, mengantuk atau pusing
ringan, dan gatal-gatal pada kulit (skin bend).
b.
Tipe II
Caisson disease Tipe II lebih sering dilaporkan dan
lebih serius dari pada Tipe I (hal ini menandakan bias pengenalan dan pelaporan melebihi dari
insidensi sebenarnya). Gejala caisson disease tipe II melebihi daripada yang
dideskripsikan di caisson disease tipe I. Gejalanya meliputi sistem saraf pusat, telinga
dalam, dan paru-paru. Sistem saraf pusat pada umumnya paling rawan terkena
penyakit dekompresi karena mengandung lemak yang tinggi. Medulla spinalis terutama daerah
lumbal paling sering terlibat dibandingkan jaringan otak. Gejala caisson disease
spinal termasuk lemah tungkai atau kelumpuhan, parestesia, mati rasa, nyeri
punggung bawah dan nyeri perut. Gejala tungkai sering dimulai dengan rasa ditusuk
pada bagian distal dan menuju proksimal, diikuti dengan gangguan sensori atau
motorik. Tingkat dermatom sensorik yang sering muncul pada pasien DCS spinal,
biasanya pada dermatom T12 sampai L1. Gejala ginjal, inkontinesia feses, dapat
terjadi. Caisson disease spinal bisa muncul sendiri ataupun dengan kombinasi gejala
otak, telinga dalam, atau paru-paru. Gejala otak termasuk nyeri kepala ringan
hingga sedang, penglihatan kabur, diplopia, disartria, kelelahan yang abnormal, dan
perilaku yang tidak tepat. Penurunan kesadaran pada caisson disease sistem saraf
pusat jarang terjadi .Gejala caisson disease telinga dalam sama dengan barotrauma
telinga dalam dan termasuk mual, pusing, vertigo, dan nistagmus.
Gejala klinis dapat berupa :
a. Gejala-gejala neurologis , tergantung pada bagian
mana yang terserang :
1). Lesi pada otak
Biasanya
karena emboli arterial atau timbul gelembung gas langsung pada jaringan otak. Efeknya
sama dengan gejala
stroke, tergantung pada pembuluh darah
mana yang mengalami sumbatan, gejala : penglihatan kabur, hemiplegi,
hemiparesis, afasia motorik/ sensorik, confusion atau kehilangan kesadaran, dan
atau konvulsi.
2).
Lesi pada serebelum
Jalan
terhuyung-huyung (staggering), kesulitan bicara, atau tremor.
3).
Lesi pada medulla spinalis.
Yang
sering terserang adalah daerah
lumbal.gangguan bias berupa gangguan
sensorik dan atau motorik yang menyerang bagian bawah tubuh dan kedua ekstremitas
inferior. Segera setelah
tiba di permukaan
gejala pertamanya adalah
transient back pain
yang menjalarke perut,
ada rasa parestesi dan hipestesi
pada dua tungkai, selanjutnya ungkai jadi lemah dan terlihat ataksia. Akhirnya
terjadi paralise di bawah pinggang. Gejala lain bisa berupa gangguan buang air
kecil, nyeri di kolumna vertebralis, dan gangguan buang air besar. Timbulnya
penyakit dkompresi bentuk ini karena lambatnya aliran dalam vena-vena epidural.
Makin lambat liran vena, makin lambat pula eliminasi gas nitrogen dalam jaringan
medulla. Konsekuensinya, seandainya terjadi stasis dalam vena-vena tersebut
oleh gelembung-gelembung gas atau bekuan
darah, vena-vena bias
berdilatasi dan menekan
jaringan sumsum tulang, atau
bahkan bisa terjadi pembentukan gelembung nitrogen langsung dalam jaringan
sumsum tulang.
6.
DIAGNOSIS
Diagnosis
CD dapat ditegakkan
melalui pertanyaan anamnesa
mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam
terakhir) dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala CD.3
Pemeriksaan
penunjang lain yang
dapat dilakukan untuk
menentukan diagnosis CD adalah :3
1. Pemeriksaan Laboratorium
i) Darah rutin
- Pada pasien yang datang gejala neurologik yang
persisten dalam beberapa minggu setelah cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct)
sebanyak 48% atau lebih.
ii) Analisis gas darah
- Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien
dengan suspek emboli.
iii) Creatinine Phosphokinase (CPK)
- Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh mikroemboli.
2.Pemeriksaan radiologi
1). Foto thoraks
- Jika
pasien mengeluhkan ketidaknyamanan dada atau
kesulitan bernapas. Jika pneumotoraks dicurigai secara klinis.
-Radiografi sendi atau ekstremitas
Ketika
ditunjukkan secara klinis, memperoleh
untuk mengevaluasi adanya fraktur
atau dislokasi.
2). Computed
tomography (CT) scan dan
magnetic resonance imaging
(MRI). Pasien yang mungkin paling diuntungkan dari modalitas
diagnostik sering yang paling
tidak stabil, membuat transportasi mereka ke tempat pemeriksaan radiologi
berpotensi berbahaya. Setiap pasien yang mengeluhkan dengan sakit kepala
berat atau nyeri
punggung yang parah setelah menyelam
terindikasi untuk dilkukan CT-scan.
3). Echocardiography (ultrasonografi) dapat digunakan
untuk mendeteksi jumlah dan ukuran
gelembung gas di sisi kanan jantung. Hal ini
dapat digunakan baik untuk diagnosis
dan prognosis.3
7.
PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson
Disease, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas
dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan
dalam posisi terlentang. Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :5,8
a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit
dengan menggunakan masker reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen
100% hanya dapat ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas
oksigen paru.
b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output
urin yang baik. Cairan yang diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi
yang terkait dengan Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan
secara oral atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid /
koloid untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman
(diuresis perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam)
atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.
c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20
mg secara intravena, kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.
d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami
pusing, ketidakstabilan dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin
(vestibular) pada telinga bagian dalam.
e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg /
menit selama 10 menit untuk 500 mg pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit
setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg
/ mL. Jika lebih dari 25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin
600 mg sebagai anti-platelet.
f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan
dalam jaringan sehingga antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam
pengobatan DCS. Satu pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan
ekstremitas bawah. Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk
semua pasien dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan
ekstremitas bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau
setara diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera
mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan
emboli paru pada pasien lumpuh.
g) Terapi in-air
recompression dalam ruang
hiperbarik.5,8
8.
PROGNOSIS
Prognosis yang baik
jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala yang timbul sejak awal, diagnosis yang
tepat, dan pengobatan yang adekuat. Tingkat keberhasilan dari
terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.
KESIMPULAN
Caisson disease
(CD) atau decompression sickness adalah suatu
penyakit atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya
sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase
larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-paru dapat mengakibatkan
ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary
Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat
mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.
Gejala caisson
disease dicatat pada pekerja jembatan setelah menyelesaikan pekerjaan mereka
di bawah air dan
kembali ke permukaan.
Gejala ini meliputi pusing, kesulitan
bernapas, dan nyeri
di sendi atau
perut. Para pekerja
sering mengalami sakit punggung
yang parah yang
membuat mereka membungkuk, sehingga nama
lain dari penyakit
Caisson adalah "the
bends". Barotrauma penyelaman
dapat hadir dengan berbagai manifestasi, dari rasa sakit telinga atau
mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama, kelumpuhan, koma, dan kematian.
Sebagai hasil dari berbagai presentasi, gangguan ini harus dipertimbangkan dalam
setiap pasien yang
baru-baru ini terkena perubahan yang
signifikan pada tekanan udara. Ada
3 manifestasi utama barotrauma yang
meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2) penyakit
dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Butler, WP. Caisson disease during the construction of
the Eads and Brooklyn Bridges: A review.2004. Vol.21. No.34. UHM. Maryland
2.
Noltkamper, Daniel. Scuba Diving :
Barotrauma and Decompression Sickness. 2012. (Available from : http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_em.htm, Cited on : February 26th ,2018).
3.
Kaplan, joseph.
Barotrauma in emergency
medicine. http://emedicine.com/article/768618.2011. [diakses tanggal 26 Februari 2018
4.
Alfred A. Bove.
Decompression Sickness(Caisson Disease; The Bends). The Merk Manual. 2009.
5.
Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In : Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI AL. P: 89-103
6. Anonimous. Decompression Sickness and Decompression
Illness. 2009. (Available from : http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-Dive/decompression-sickness-decompression-illness, Cited on : September 5th 2013).
7. Marx, John . 2010. Rosen's emergency medicine:
concepts and clinical practice (7th ed.). Philadelphia, PA: Mosby/Elsevier.
P.1913
8. Powell, M.R. Mechanism and Detection of Decompression Sickness . 2009.
(Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf, Cited on : September 5th 2013).
9. Pulley, S.A. Decompression sickness follow-up. 2012. (Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/769717-followup#a2649, Cited on : September 5th ,2013 ).
No comments:
Post a Comment