Search This Blog

Tuesday, October 16, 2018

CAISSON DISEASE


Bawah Air, Penyelam, Helm Diver
PENDAHULUAN
Caisson  disease  adalah istilah yang digunakan  oleh Andrew Smith untuk menggambarkan penyakit yang ia temui di antara para pekerja selama pembangunan Jembatan Brooklyn. Meskipun lebih sering disebut penyakit dekompresi hari ini, caisson  disease  tetap menjadi ucapan sehari-hari yang populer. Hal ini umumnya digunakan   untuk   membedakan   penyakit   dekompresi   industri   /   konstruksi   dari menyelam   dan  penyakit   dekompresi  ketinggian.   Termasuk   pertambangan, terowongan, dan pembangunan jembatan. Terlepas dari nama, penyakit tetap sama. Ini adalah penyakit dengan pembentukan nitrogen yang terlalu banyak.1
Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh  penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.2
Caisson disease diklasifikasikan menjadi dua tipe. Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada limfonodus. Caisson disease tipe II merupakan masalah serius dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi, dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat. 2
Gejala caisson  disease dicatat pada pekerja jembatan setelah menyelesaikan pekerjaan  mereka  di  bawah air  dan  kembali  ke   permukaan.  Gejala  ini  meliputi pusing,   kesulitan   bernapas,   dan   nyeri   di   sendi   atau   perut.  Para   pekerja   sering mengalami   sakit   punggung   yang   parah   yang   membuat   mereka   membungkuk, sehingga   nama   lain   dari  penyakit   Caisson   adalah  "the   bends". Barotrauma penyelaman  dapat hadir dengan berbagai manifestasi, dari rasa sakit telinga atau mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama, kelumpuhan, koma, dan kematian. Sebagai hasil dari berbagai presentasi, gangguan ini harus dipertimbangkan dalam setiap  pasien  yang  baru-baru   ini  terkena perubahan   yang  signifikan pada tekanan udara. Ada  3 manifestasi utama barotrauma yang  meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2) penyakit dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.3
TINJAUAN PUSTAKA
1.      DEFINISI
Caisson   disease   (sinonim   :   Bends,   Compressed   Air   Sickness, Divers’s Paralysis, Dysbarism) adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan yang disebabkan oleh pelepasan dan mengembangnya gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan di sekitarnya.4
2.      EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit dekompresi jarang terjadi, diperkirakan 2,8 kasus per 10.000 penyelaman, dengan risiko 2,6 kali lebih besar untuk laki-laki daripada perempuan. DCS mempengaruhi sekitar 1.000 penyelam scuba AS per tahun. Pada tahun 1999, para penyelam Jaringan Siaga (DAN) dibuat "Proyek Dive Eksplorasi" untuk mengumpulkan data tentang profil menyelam dan insiden.Dari tahun 1998 hingga 2002, mereka merekam 50.150 penyelaman, dari yang 28 recompressions diminta - meskipun ini akan hampir pasti mengandung insiden emboli gas arterial (USIA) - laju sekitar 0,05%.4
Penelitian yang dilakukan oleh Hagberg & Ornhagen (2003) tentang insiden dan faktor risiko gejala penyakit dekompresi pada penyelam dan instruktur pria dan wanita menunjukkan bahwa: penyelam dan instruktur laki-laki mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi 1,48 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur perempuan, penyelam dan instruktur berusia 18-24 tahun mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,34 kali dibanding penyelam dan instruktur yang berusia lebih dari 24 tahun, penyelam dan istruktur yang mengkonsumsi alkohol mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 1,56 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur yang tidak mengkonsumsi alkohol, penyelam dan instruktur yang kelebihan berat badan (BMI ≥ 25) mempunyai faktor risiko terkena penyakit dekompresi sebesar 0,74 kali dibanding dengan penyelam dan instruktur dengan berat badan normal (BMI < 25).2,6
3.      ETIOLOGI
Caisson disease biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai macam gangguan. Suatu   gelembung   gas   yang   terbentuk   di   punggung   atau   persendian   dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends). Gelembung gas pada jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan paraestesia, neuropraxia, atau paralisis.   Sementara   gelembung   gas   yang   terbentuk   pada   sistem   sirkulasi   dapat mengakibatkan emboli gas pada paru atau serebrum. Beberapa macam gas bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya, 5 kali lebih larut dalam lemak daripada dalam air. Rata-rata 40-50% cedera akibat Caisson disease serius mengenai susunan saraf pusat. Mungkin wanita mempunyai resiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak lemak dalam tubuhnya. Caisson disease juga terjadi di daerah ketinggian.   Orang-orang   yang   menyelam   di   danau   suatu   gunung   atau menggabungkan menyelam kemudian melakukan penerbangan.3

4.      PATOGENESIS5,6
Otopsi pada manusia dan binatang dalam kasus caisson disease yang berat menunjukkan adanya gelembung-gelembung gas dalam pembuluh darah dan jaringan ekstravaskuler. Timbulnya gelembung-gelembung gas tadi berhubungan dengan timbulnya peristiwa supersaturasi gas dalam darah ataupun jaringan tubuh pada waktu proses penurunan tekanan di sekitar tubuh (dekompresi).
Kondisi supersaturasi gas dalam darah dan jaringan sampai suatu batas tertentu masih dapat ditoleransi, dalam arti masih memberi kesempatan gas untuk berdifusi keluar dari jaringan dan larut dalam darah, kemudian ke alveoli paru dan diekhshalasi keluar tubuh. Setelah melewati suatu batas kritis tertentu (supersaturation critique), kondisi supersaturasi akan menyebabkan gas lepas lebih cepat dari jaringan atau darah dalam bentuk tidak larut, yaitu berupa gelombang gas. Gelembung-gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah (intravaskuler), jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler).
Dengan adanya fenomena seperti di atas, maka ada korelasi antara jumlah gelembung gas yang terbentuk dengan kemungkinan timbulnya atau berat ringannya penyakit dekompresi. Gelembung gas ekstravaskuler menimbulkan distorsi jaringan dan kemungkinan kerusakan sel-sel di sekitarnya. Ini bisa mengakibatkan gejala-gejala neurologis maupun gejala nyeri periartikuler. Terbentuknya gelembung gas ekstravaskuler secara teoritis karena aliran darah vena di jaringan tersebut yang relative lambat sehingga menghambat kecepatan eliminasi gas dari jaringan.
Gelembung-gelembung gas intravaskuler akan menimbulkan 2 akibat, yaitu :
1.   Akibat langsung atau akibat mekanis sumbatan menimbulkan iskemia atau kerusakan jaringan sampai infark jaringan,
2.   Akibat tidak langsung atau akibat sekunder dari adanya gelembung gas dalam darah (dikenal dengan secondary blood bubble interface reactions) bertanggung jawab atas terjadinya fenomena hipoksia seluler pada penyakit dekompresi.
Ada dua macam gelembung gas intravaskuler, yaitu :
1.   Gelembung yang stationer,
2.   Gelembung yang ikut sirkulasi.
Gelembung gas intravaskuler yang stationer selain menimbulkan efek sumbatan juga menimbulkan gangguan lewat proses biokimia dan bisa menimbulkan gejala nyeri periartikuler maupun gejala-gejala neurologis perifer. Gelembung gas intravaskuler yang yang ikut sirkulasi bila tidak banyak jumlahnya akan difiltrasi lewat paru (silent bubbles). Bila jumlahnya banyak akan menimbulkan sumbatan pada sirkulasi pulmoner dan akhirnya masuk ke dalam system arterial lewat shunt di paru.
Gelembung gas yang masuk ke sistem arterial akan menimbulkan gangguan perfusi mikrovaskuler organ-organ, yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya iskemia local, kerusakan jaringan dan infark. Kelainan ini bisa memberi gejala neurologis, kardiovaskuler dan nyeri. Gelembung gas intravaskuler menimbulkan agregasi trombosit pada permukaan antara gelembung gas dan plasma, yang diikuti serangkaian proses reaksi biokimia yang kompleks berupa pelepasan zat-zat seperti katekolamin, SMAF (Smooth Muscle Activating Factor), ACTH dan faktor-faktor humoral lain.
Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh rangkaian proses biokimia yang terjadi pada penyakit dekompresi adalah :
1.   Terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler dengan akibat :
a.    Hemokonsentrasi dan hipovolemia
b.   Udema paru
2.   Statis pada kapiler-kapiler karena adanya hemokonsentrasi
3.   Hiperkoagulasi dalam darah
4.   Gangguan difusi gas-gas dalam alveoli
Semua perubahan diatas pada dasarnya akan menjurus pada timbulnya hipoksia seluler pada penyakit dekompresi. Jaringan tubuh manusia sangat heterogen dihubungkan dengan masalah kemampuan menyerap atau melepaskan gas nitrogen, ada jaringan yang cepat dan ada yang lambat dalam mencapai saturasi (kejenuhan) nitrogen tergantung pada factor kecepatan aliran darah ke jaringan dan daya larutan nitrogen dalam jaringan.
Darah adalah cairan tubuh yang tercepat menerima dan melepaskan nitrogen. Darah menerima nitrogen dari paru dan mencapai kejenuhan nitrogen dalam waktu beberapa menit. Otak termasuk dalam jaringan yang cepat karena mempunyai banyak suplai darah. Tulang rawan pada permukaan sendi mempunyai suplai darah yang kurang, sehingga memerlukan waktu lebih lama (sampai beberapa jam) untuk mencapai kejenuhan nitrogen. Nitrogen mempunyai daya larut yang baik dalam jaringan lemak, sehingga jaringan lemak bisa melarutkan nitrogen lebih banyak daripada jaringan-jaringan lainnya.
Konsep jaringan cepat dan lambat penting untuk memahami bentuk-bentuk klinis penyakit dekompresi yang mungkin timbul. Penyelaman singkat dan dalam akan menghasilkan pembebanan nitrogen yang tinggi pada jaringan-jaringan cepat, tetapi tidak cukup waktu untuk pembebanan tinggi pada jaringan-jaringan lambat. Dekompresi yang inadekuat memungkinkan pembentukan gelembung nitrogen didalam darah yang bisa mengakibatkan gangguan pernapasan (chokes) atau gejala neurologis.
Penyelaman yang relatif dangkal tapi lama akan memberikan pembebanan nitrogen yang kurang lebih sama antara jaringan cepat dan jaringan yang lebih lambat. Perbedaan tekanan yang tidak terlampau besar antara kedalaman dan permukaan menyebabkan darah lebih mampu mentolerir kelebihan nitrogen tersebut, karena darah sebagai jaringan cepat bisa mengeliminasi nitrogen lebih cepat lewat alveoli paru sedangkan jaringan lambat tidak bisa. Penyelaman seperti ini cenderung menimbulkan nyeri pada persendian (bends), karena sendi adalah jaringan lambat dan tidak dapat melepas nitrogen dengan cepat lewat darah.
            Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media pernapasan untuk menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam jaringan tubuh. Sesuai hukum Henry, volume gas yang larut dalam suatu cairan sebanding dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen (O2) dikonsumsi dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen (N2) yang merupakan gas inert (tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah 1 Atmosfer  Absolut (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan bertambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seseorang penyelam pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia akan menyerap 3 liter N2. N2 yang berlebihan ini akan didistribusikan oleh darah ke dalam jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke jaringan tersebut serta daya gabung jaringan terhadap N2. Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang tinggi dan melarutkan banyak N2 daripada jaringan yang lainnya. Ketika penyelam naik ke permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-paru selama naik menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru. Proses ini berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat melepaskan N2 dengan perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk menghilangkan semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung terlalu cepat, maka N2 tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan teratur seperti yang dilukiskan diatas. Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk mempertahankan kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena yang kita lihat bila tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba.
5.      MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi   klinis   caisson   disease   dibagi   menjadi   dua   kategori:5,7
a.       Tipe I
Tipe I mempengaruhi sistem musculoskeletal, kulit dan saluran limfe. Tipe I juga disebut ”bends”. Dirasakan sebagai nyeri periartikuler di lengan dan kaki. Siku dan bahu adalah yang paling sering terpengaruhi. Secara klasik, penempatan dan pengembangan manset spigmomanometer hingga 150-200 mmHg pada sendi yang sakit dapat meredakan rasa sakit dan membantu menegakkan diagnosis; akan tetapi sensitivitas tindakan ini cukup rendah berdasarkan suatu studi.
Manifestasi kulit pada caisson disease tipe I bisa mencakup gatal, eritema, pembengkakan dan nyeri di sendi dan otot-otot di sekitarnya. Bisa timbul mendadak atau berangsur-angsur. Nyeri periartikuler ini mulanya hanya berupa rasa kaku atau tidak enak yang sukar dilukiskan. Gerakan-gerakan anggota tubuh mungkin dapat meringankan sakitnya pada fase permulaan , namun pada jam-jam berikutnya akan berdenyut-denyut. Rasa sakit sering bertambah setelah 24 jam tanpa terapi dan biasanya akan reda dalam waktu 3-7 hari dan berubah jadi rasa nyeri tumpul. Bisa tampak hiperemi yang bisa dikelirukan dengan radang sendi. Yang paling sering terkena adalah sendi bahu. Sendi lain yang juga bisa terserang adalah sendi siku, pergelangan tangan, sendi paha, sendi lutut, dan pergelangan kaki. Bisa terserang 2 sendi atau lebih tetapi jarang simetris. Tipe I dapat memberikan gejala-gejala lain seperti kelelahan yang berlebihan setelah menyelam, mengantuk atau pusing ringan, dan gatal-gatal pada kulit (skin bend).
b.      Tipe II
Caisson disease Tipe II lebih sering dilaporkan dan lebih serius dari pada Tipe I (hal ini menandakan bias pengenalan dan pelaporan melebihi dari insidensi sebenarnya). Gejala caisson disease tipe II melebihi daripada yang dideskripsikan di caisson disease tipe I. Gejalanya meliputi sistem saraf pusat, telinga dalam, dan paru-paru. Sistem saraf pusat pada umumnya paling rawan terkena penyakit dekompresi karena mengandung lemak yang tinggi. Medulla spinalis terutama daerah lumbal paling sering terlibat dibandingkan jaringan otak. Gejala caisson disease spinal termasuk lemah tungkai atau kelumpuhan, parestesia, mati rasa, nyeri punggung bawah dan nyeri perut. Gejala tungkai sering dimulai dengan rasa ditusuk pada bagian distal dan menuju proksimal, diikuti dengan gangguan sensori atau motorik. Tingkat dermatom sensorik yang sering muncul pada pasien DCS spinal, biasanya pada dermatom T12 sampai L1. Gejala ginjal, inkontinesia feses, dapat terjadi. Caisson disease spinal bisa muncul sendiri ataupun dengan kombinasi gejala otak, telinga dalam, atau paru-paru. Gejala otak termasuk nyeri kepala ringan hingga sedang, penglihatan kabur, diplopia, disartria, kelelahan yang abnormal, dan perilaku yang tidak tepat. Penurunan kesadaran pada caisson disease sistem saraf pusat jarang terjadi .Gejala caisson disease telinga dalam sama dengan barotrauma telinga dalam dan termasuk mual, pusing, vertigo, dan nistagmus.
Gejala klinis dapat berupa :
a. Gejala-gejala neurologis , tergantung pada bagian mana yang terserang :
1). Lesi pada otak
Biasanya karena emboli arterial atau timbul gelembung gas langsung pada  jaringan otak.  Efeknya   sama   dengan  gejala  stroke, tergantung  pada pembuluh darah mana yang mengalami sumbatan, gejala : penglihatan kabur, hemiplegi, hemiparesis, afasia motorik/ sensorik, confusion atau kehilangan kesadaran, dan atau konvulsi.
2). Lesi pada serebelum
Jalan terhuyung-huyung (staggering), kesulitan bicara, atau tremor.
3). Lesi pada medulla spinalis.
Yang sering terserang  adalah   daerah  lumbal.gangguan bias  berupa gangguan sensorik dan atau motorik yang menyerang bagian bawah tubuh dan kedua   ekstremitas   inferior.   Segera   setelah   tiba   di   permukaan   gejala pertamanya   adalah  transient   back   pain  yang   menjalarke   perut,   ada   rasa parestesi dan hipestesi pada dua tungkai, selanjutnya ungkai jadi lemah dan terlihat ataksia. Akhirnya terjadi paralise di bawah pinggang. Gejala lain bisa berupa gangguan buang air kecil, nyeri di kolumna vertebralis, dan gangguan buang air besar. Timbulnya penyakit dkompresi bentuk ini karena lambatnya aliran dalam vena-vena epidural. Makin lambat liran vena, makin lambat pula eliminasi gas nitrogen dalam jaringan medulla. Konsekuensinya, seandainya terjadi stasis dalam vena-vena tersebut oleh gelembung-gelembung gas atau bekuan   darah,   vena-vena  bias   berdilatasi   dan   menekan   jaringan   sumsum tulang, atau bahkan bisa terjadi pembentukan gelembung nitrogen langsung dalam jaringan sumsum tulang.
6.      DIAGNOSIS
Diagnosis   CD   dapat   ditegakkan   melalui   pertanyaan   anamnesa   mengenai riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir) dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala CD.3
Pemeriksaan   penunjang   lain   yang   dapat   dilakukan   untuk   menentukan diagnosis CD adalah :3
1. Pemeriksaan Laboratorium
i) Darah rutin
- Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam beberapa minggu setelah cedera bisa didapatkan hematokrit (Hct) sebanyak 48% atau lebih.
ii) Analisis gas darah
- Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek emboli.
iii) Creatinine Phosphokinase (CPK)
- Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroemboli.
2.Pemeriksaan radiologi
1). Foto thoraks
-  Jika pasien  mengeluhkan  ketidaknyamanan  dada atau  kesulitan bernapas. Jika pneumotoraks dicurigai secara klinis.
-Radiografi sendi atau ekstremitas
Ketika  ditunjukkan  secara klinis,  memperoleh  untuk mengevaluasi  adanya fraktur atau dislokasi.
2). Computed  tomography  (CT)  scan dan  magnetic resonance imaging
(MRI). Pasien yang mungkin  paling diuntungkan dari  modalitas  diagnostik  sering yang paling tidak stabil, membuat transportasi mereka ke tempat pemeriksaan radiologi berpotensi berbahaya. Setiap pasien yang mengeluhkan dengan sakit kepala berat  atau  nyeri  punggung yang parah  setelah  menyelam  terindikasi untuk dilkukan CT-scan.
3). Echocardiography (ultrasonografi) dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah dan ukuran  gelembung gas  di sisi  kanan jantung.  Hal ini  dapat digunakan baik  untuk diagnosis dan prognosis.3
7.      PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang. Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :5,8
a)      Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.
b)      Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam) atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.
c)      Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.
d)     Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga bagian dalam.
e)      Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari 25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai anti-platelet.
f)       DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah. Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru pada pasien lumpuh.
g)      Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik.5,8

8.      PROGNOSIS
Prognosis yang baik jika para petugas kesehatan bisa mengenali gejala yang timbul sejak awal, diagnosis yang tepat, dan pengobatan yang adekuat. Tingkat keberhasilan dari terapi dan pengobatan lebih dari 75-85% dapat dicapai.
KESIMPULAN
Caisson disease (CD) atau decompression sickness adalah suatu penyakit atau kelainan-kelainan yang diakibatkan oleh  penurunan tekanan dengan cepat disekitarnya sehingga memicu pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan. Ekspansi gas dari paru-paru dapat mengakibatkan ruptur alveolus yang biasa disebut dengan “Pulmonary Overinflation Syndrome”. Penurunan tekanan yang tiba-tiba tadi dapat mengakibatkan adanya emboli udara di arteri.
Gejala caisson  disease dicatat pada pekerja jembatan setelah menyelesaikan pekerjaan  mereka  di  bawah air  dan  kembali  ke   permukaan.  Gejala  ini  meliputi pusing,   kesulitan   bernapas,   dan   nyeri   di   sendi   atau   perut.  Para   pekerja   sering mengalami   sakit   punggung   yang   parah   yang   membuat   mereka   membungkuk, sehingga   nama   lain   dari  penyakit   Caisson   adalah  "the   bends". Barotrauma penyelaman  dapat hadir dengan berbagai manifestasi, dari rasa sakit telinga atau mulut dan sakit kepala, nyeri sendi utama, kelumpuhan, koma, dan kematian. Sebagai hasil dari berbagai presentasi, gangguan ini harus dipertimbangkan dalam setiap  pasien  yang  baru-baru   ini  terkena perubahan   yang  signifikan pada tekanan udara. Ada  3 manifestasi utama barotrauma yang  meliputi: (1) Efek pada sinus atau telinga tengah , (2) penyakit dekompresi, dan (3) emboli gas arterial.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Butler, WP.  Caisson disease during the construction of the Eads and Brooklyn Bridges: A review.2004. Vol.21. No.34. UHM. Maryland
2.      Noltkamper, Daniel. Scuba Diving : Barotrauma and Decompression Sickness. 2012. (Available from : http://www.emedicinehealth.com/barotraumadecompression_sickness/article_em.htm, Cited on : February 26th ,2018).
3.      Kaplan,   joseph.   Barotrauma   in   emergency   medicine. http://emedicine.com/article/768618.2011. [diakses tanggal 26 Februari 2018
4.      Alfred A. Bove. Decompression Sickness(Caisson Disease; The Bends). The Merk Manual. 2009.
5.       Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. In : Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103
6.      Anonimous. Decompression Sickness and Decompression Illness. 2009. (Available from : http://www.thescubasite.com/Learn-To-Scuba-Dive/decompression-sickness-decompression-illness, Cited on : September 5th 2013).
7.      Marx, John . 2010. Rosen's emergency medicine: concepts and clinical practice (7th ed.). Philadelphia, PA: Mosby/Elsevier. P.1913
8.      Powell, M.R. Mechanism and Detection of Decompression Sickness . 2009. (Available from : http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/768397.pdf, Cited on : September 5th 2013).
9.      Pulley, S.A. Decompression sickness follow-up. 2012. (Available from: http://emedicine.medscape.com/article/769717-followup#a2649, Cited on : September 5th ,2013 ).

No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...