Search This Blog

Saturday, October 13, 2018

Komplikasi OMSK

Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik



BAB I
PENDAHULUAN


1.1           Latar Belakang
         Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.1,2
         Prevalensi OMSK di dunia adalah 65.000.000-330.000.000 jiwa, 94% diantaranya terdapat di negara berkembang. Jumlah pasien OMSK tipe maligna adalah 64 setiap tahunnya. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan pengobatan yang tidak tuntas. Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%. 3,4
OMSK dapat terbagi atas 2 yaitu OMSK tipe aman dan OMSK tipe bahaya. Peradangan pada OMSK tipe aman terbatas hanya pada mukosa dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasinya terletak sentral dan jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Sedangkan OMSK tipe bahaya dapat mengenai tulang, ditandai dengan adanya kolesteatom dan dapat menimbulkan komplikasi intrakranial yang antara lain seperti meningitis, abses otak otogenik, empiema subdural, abses extradural, ensefalitis dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi ekstrakranial yang dapat timbul adalah labirintis, paresis nervus fasialis, mastoiditis, petrositis.5
         Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.3
         Oleh karena tingginya insiden OMSK dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1        Definisi
         Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3
         Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.5

2.2        Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :5
Batas luar                    : membran timpani
Batas depan                : tuba eustakhius
Batas bawah                : vena jugular (bulbus jugularis)
Batas belakang            : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas                    : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam                : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.      











Gambar 1. Anatomi Telinga.7



 










Gambar 2. Anatomi Telinga Tengah7

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba eustakhius.1,5,6

1.      Membran Timpani
         Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a.       Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b.      Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c.       Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a.       Pars tensa
   Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b.      Pars flaksida atau membran Shrapnell.
         Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
§  Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
§  Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
         Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
         Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
 Gambar 3. Telinga kanan. Membran Timpani Normal1

2.      Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a.       Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b.      Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius (muskulus stapedius).
c.       Saraf korda timpani.
d.      Saraf pleksus timpanikus.

3.      Prosesus mastoideus
         Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4.      Tuba eustakhius.1,5,6
         Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a.       Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b.      Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava dan perasat Toynbee.5
            Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke telinga tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.5
            Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis.5

2.3        Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.  Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3

2.4        Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a.       Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
b.      Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi  tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
            Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis  terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis  terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1.      Kongenital8
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus. Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan lapisan epitel telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi kolesteatom kongenital.
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di serebelopontin angle.5







Gambar .4. Kolesteatom Kongenital
Gambar 5. Kolesteatom kongenital
2.      Didapat5
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:
§  Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba.
Gambar 6. Kolesteatom didapat
§  Secondary acquired cholesteatoma.
                  Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia).
            Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.
            Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan transforming growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.
           
2.5        Patogenesis
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi  biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi  ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.1,3



 










                                                                                                                                     
Otitis Media Akut
(OMA)
 









Gambar 7 Patogenesis Otitis Media5

2.6        Faktor Risiko
         Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustakhius. Fungsi tuba eustakhius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronis.
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :
1.      Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2.      Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3.      Otitis media sebelumnya1,3
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4.      Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering  dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar  50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5.      Infeksi saluran nafas atas1,3
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6.      Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap otitis media kronis.
7.      Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.
8.      Gangguan fungsi tuba eustakhius1,3
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius sering tersumbat oleh edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :1
a)      Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b)      Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
c)      Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

2.7        Gejala Klinis
1.      Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3


2.      Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif  ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3.      Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.3
4.      Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.1
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a.       Adanya abses atau fistel retroaurikular
b.      Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c.       Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d.      Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.8        Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1.      Anamnesis (history-taking) 1,3,6
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2.      Pemeriksaan otoskopi1,3,6
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3.      Pemeriksaan audiologi1,3,6
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4.      Pemeriksaan radiologi1,3
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3
5.      Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

2.9        Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
            Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
A.    Otitis media supuratif kronik benigna
a.       Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b.      Otitis media supuratif kronik benigna aktif
            Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1.         Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1
a)         Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
b)   Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c)   Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2.         Pemberian antibiotika :1,3
a)         Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1.      Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2.      Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3.      Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b)      Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
B.     Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :5
1.      Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2.      Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3.                     Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4.      Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5.      Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
6.      Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine approach)  yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya kolesteatom kembali.




























 
Gambar 8. Pedoman tatalaksana OMSK12

2.10    Komplikasi
Cara penyebaran infeksi :
1.      Penyebaran hematogen
2.      Penyebaran melalui erosi tulang
3.      Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan :1,3
1.      Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2.      Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.

3.      Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara lain :5
1.   Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat.
Gambar 9. Komplikasi extracranial dari otitis media13


Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis  tersebut.
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat kelumpuhan nervus fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam persen (%) :
Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik :
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
1.      M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
2.      M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3.      M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas.
4.      M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat.
5.      M. zigomatikus : diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai memperlihatkan gigi.
6.      M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi.
7.      M. businator : diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
8.      M. orbicularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
9.      M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah.
10.  M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan.
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
a.       Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3
b.      Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
c.       Diantaranya dinilai dengan angka 2
d.      Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai 30.
Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus fasialis :
Grade
Karakteristik
I.                    Normal
Fungsi fasial normal pada semua area
II.                  Disfungsi ringan
Gross :
-          Kelemahan ringan yang hanya tampak dengan inspeksi yang teliti
-          Mungkin disertai sinkinesis ringan
-          Saat istirahat, normal simetris
Motion :
-          Dahi : fungsi sedang-baik
-          Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha minimal
-          Mulut : asimetris ringan
III.               Disfungsi Sedang
Gross:
-          Terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sisi tapi belum menyebabkan perubahan bentuk wajah.
-          Terdapat sinkinesis,kontraktur, dan spasme hemifasia yang terlihat tapi tidak parah.
-          Saat istirahat, simtetris normal.
Motion :
-          Dahi : gerakan ringan-sedang
-          Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha
-          Mulut : tampak agak lemah dengahn usaha maksimum

IV.                Disfungsi Ringan-Berat
Gross :
-          Terdapat asimetris yang merubah bentuk wajah atau kelemahan yang jelas.
-          Saat istirahat, normal simetris
Motion :
-          Dahi : tidak ada gerakan
-          Mata : menutup tidak sempurana
-          Mulut ; asimetris walau dengan usaha maksimal

V.                  Disfungsi Berat
Gross :
-          Hanya terdapat sedikit gerakan
-          Saat istirahat asimetris
Motion :
-          Dahi : tidak ada gerakan
-          Mata : menutup tidak sempurna
-          Mulut : sedikit pergerakan
VI.                Paralisis Total
Tidak ada pergerakan sama sekali
Sumber : House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol. Head Neck Surg 1985; 93: 146–147.
2.      Komplikasi di telinga dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam dengan pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran, misalnya vertigo, mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara lain :
a.      Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/ paresis kanal.
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat memperlihatkan fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Pada fistula labirin, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula sehingga fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
b.      Labirinitis
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin). Keadaan ini dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses sistemik atau merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja.15
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum (general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus.
Labirinitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Labirinitis bakteri (supuratif) mungkin terjadi sebagai perluasan infeksi dari rongga telinga tengah melalui fistula tulang labirin oleh kolesteatom atau melalui foramen rotundum dan foramen ovale tapi dapat juga timbul sebagai perluasan infeksi dari meningitis bakteri melalui cairan yang menghubungkan ruang subaraknoid dengan ruang perilimf di koklea, melalui akuaduktus koklearis atau melalui daerah kribrosa pada dasar modiolus koklea.
Schuknecht (1974) membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:
1. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat perubahan kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh proses toksik atau proses supuratif yang menembus membran barier labirin seperti melalui membran rotundum tanpa invasi bakteri.
2. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri dalam ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel radang. Pada keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan fungsi keseimbangan irreversible.
3. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri dengan respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang lama. Keadaan ini biasanya merupakan suatu komplikasi dari penyakit telinga tengah kronis dan penyakit mastoid.
4. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana terkontrolnya proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya jaringan fibrous sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini disebut juga stadium penyembuhan.
Labirinitis viral adalah infeksi labirin yang disebabkan oleh berbagai macam virus. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya berbagai penyakit yang disebabkan virus dengan gejala klinik yang berbeda seperti infeksi virus mumps, virus influenza, dll.  Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:
1. Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa) merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator toksik dari otitis media mencapai labirin bagian membran tanpa adanya bakteri pada telinga dalam.
2. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif) merupakan suatu keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat dan melibatkan akses langsung mikroorganisme ke labirin tulang dan membran.
Gejala yang timbul pada labirinitis lokalisata merupakan hasil dari gangguan fungsi vestibular dan gangguan koklea yaitu terjadinya vertigo dan kurang pendengaran derajat ringan hingga menengah secara tiba-tiba. Pada sebagian besar kasus, gejala ini dapat membaik sendiri sejalan dengan waktu dan kerusakan yang terjadi juga bersifat reversible.
Pada labirinitis difusa (supuratif), gejala yang timbul sama seperti gejala pada labirinitis lokalisata tetapi perjalanan penyakit pada labirinitis difusa berlangsung lebih cepat dan hebat, didapati gangguan vestibular, vertigo yang hebat, mual dan muntah dengan disertai nistagmus. Gangguan pendengaran menetap, tipe sensorineural pada penderita ini tidak dijumpai demam dan tidak ada rasa sakit di telinga. Penderita berbaring dengan telinga yang sakit ke atas dan menjaga kepala tidak bergerak. Pada pemeriksaan telinga tampak perforasi membrana timpani.
Pada labirinitis viral, penderita didahului oleh infeksi virus seperti virus influenza, virus mumps, timbul vertigo, nistagmus kemudian setelah 3-5 hari keluhan ini berkurang dan penderita normal kembali. Pada labirinitis viral biasanya telinga yang dikenai unilateral.
Pada labirinitis akut (serous) mikroorganisme penyebab S. pneumoni, Streptokokus dan Hemofilus influenza. Pada labirinitis kronik mikroorganisme penyebab biasanya disebabkan campuran dari basil gram negatif, Pseudomonas, Proteus dan E.coli.  Virus citomegalo, virus campak, mumps dan rubella (measles, mumps, rubella = MMR), virus herpes, influenza dan HIV merupakan patogen penyebab pada labirinitis viral.
DIAGNOSIS
Gambaran klinik dengan adanya gangguan vestibular dan kurangnya pendengaran didapati juga pada abses serebellum, miringitis bulosa dan miringitis hemoragika. Pemeriksaan telinga yang teliti diperlukan pada kasus ini seperti pemeriksaan audiogram, kultur dan CT Scan. Pada miringitis didapati rasa sakit akut di telinga sedangkan abses serebelum dapat dipisahkan dengan CT scan.
Gangguan fungsi pendengaran pada labirinitis adalah suatu sensorineural hearing loss.
Prinsip terapi pada labirinitis adalah:
1. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan vestibulokoklea yang lebih lanjut.
2. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.
Pengawasan yang ketat dan terus menerus harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perluasan ke intrakranial dan di samping itu dilakukan tindakan drainase dari labirin. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Jika tanda rangsangan meningeal dijumpai maka tindakan pungsi lumbal harus segera dilakukan.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan / tanpa kolesteatom.
c.       Mastoiditis
Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam pneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid.
Gejala klinis OMSK yang dicurigai MA antara lain otore purulen kental dalam jumlah banyak dan bau, tak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan antibiotika selama dua minggu, nyeri belakang telinga. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan ditemukan granulasi di dinding superoposterior kanalis auditorius eksterna, perforasi membran timpani, abses/fistel retroaurikula. Pada beberapa kasus dapat dijumpai perluasan abses ke ruang/rongga dalam leher sekitar mastoid seperti m.digastrikus, m.sternokleidomastoideus (Bezold’s mastoiditis) dan paralisis nervus fasialis.
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi; meliputi dua hal penting:
a.       pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)
b.      antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab), resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga.

3.     Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
     Kira-kira sepertiga dari populasi manusia tulang temporalnya mempunyai sel-sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut.
     Adanya pertositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien otitis media terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan N.VI. Seringkali disertai dengan rasa nyeri di daerah perietal, temporal atau oksipital, oleh karena terkenanya N.V, ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut sindrom Gradenigo.
     Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi.
     Pengobatan petrositis ialah operasi serta pemberian antibiotika protokol komplikasi intrakranial. Pada waktu melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen.


b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering ditemukan oada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupkan tanda pertama dari infeksi pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah penyakit menjadi berat didapatkan kurve suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil. Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis.
Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus. Kultur darah biasanya positif, terutama bila darah diambl ketika demam.
Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang nekrotik, atau membuang dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus juga dilakukan drainase sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum itu dilakukan dulu ligasi vena jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke dalam tubuh lain.
d.   Abses Ekstradural/Epidural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi mastoidektomi.
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.

e.    Abses Subdural        
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf sebelum mastoidektomi.

4.         Komplikasi ke SSP
a.   Meningitis
       Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah meningitis, keadaan ini dapat terjadi olej otitid ,rfis akut ataupun kronis, serta dapat terlokalisasi atau umum (general). Walau secara klinis kedua bentuk ini mirip, pada pemeriksaan liquor serebrospinal terdapat bakteri pada bentuk yang umum (general), sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan bakteri.
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta nyeri kepala hebat. Pada kasus berat biasanya kesadaran menurun (delirium sampai koma). Pada pemeriksaan klinik terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat tanda kernig positif. Biasanya kadar gula menurun dan kadar protein meninggi di LCS.
Pengobatan Meningitis otogenik ini ialah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi di telinganya ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi.
b.   Abses Otak
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial media. Keadaan ini sering berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis. Abses otak ini biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum  biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses serebellum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat menunjuk suatu objek.
Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang menunjukkan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan latargik. Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan kejang. Pemeriksaan liqour cerebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta kenaikan tekanan liqour. Mungkin terdapat juga edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi atau dengan tomografi komputer.
Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi (protokol terapi komplikasi intrakranial), dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi. Selain itu pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik.
c.       Hidrosefalus Otitis
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likour serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan kimiawi dari likour  itu. Pada  pemeriksaan terdapat terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur, mual dan muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang mengakibatkan kegagalan absorpsi likour serebrispinal oleh lapisan araknoid.
Penatalaksanaan
Pengobatan mencakup 2 hal yaitu penyembuhan infeksi primer dan komplikasinya. Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi dan untuk mencegah komplikasi, pemberian antibiotika dimulai sejak dini. Dibutuhkan kerjasama dengan bedah syaraf untuk mendapatkan hasil yang maksimum.
Pada komplikasi intrakranial pengobatan antibiotika sulit karena dihalangi sawar darah otak. Untuk mempertinggi konsentrasi antibiotika, dulu diberikan penisilin intratekal, tetapi ternyata terlalu mengiritasi. Sekarang diberikan derivate penisilin dosis tinggi secara intravena, dimulai dengan ampisilin 4 × 200-400 mg/kg/hari, kloramfenikol 4 × 500-1000 mg/hari untuk dewasa atau 60-100 mg/kg/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3 × 400-600 mg/hari dapat dipertimbangkan. Antibiotika disesuaikan dengan kemajuan klinis dan biakan sekret telinga atau LCS.
Pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi computer kepala untuk melihat adanya abses otak serta konsultasi bedah syaraf atau syaraf anak. Bila terdapat tanda ensefalitis atau abses intrakranial maka akan dilakukan bedah otak untuk drainase segera. Mastoidektomi dapat dilakukan bersama atau kemudian. Mastoidektomi dilakukan sebelum atau sesudah operasi otak. Bila keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi, mastoidektomi dilakukan dengan anestesi local. Jika tindakan bedah tidak segera dilakukan pengobatan dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian konsul lagi ke bedah syaraf.
Idealnya terapi bedah pada stadium dini komplikasi, tapi prakteknya sulit. Hal yang menentukan adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respon pasien terhadap antibiotika. Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak mendahului mastoidektomi. Rangsangan kontinyu kolesteatom di mastoid dapat menyebabkan meningitis berulang atau progresivitas abses otak.
Tujuan operasi ialah mengeradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Untuk itu diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal. Tulang yang melapisi sinus sigmoid harus ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior pada segitiga Trautman harus ditipiskan dan tegmen mastoid harus dikupas.

2.11    Prognosis
         Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10
         Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10



















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.    Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
2.    Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani dan tipe atikoantral dimana tipe anti koantral merupakan tipe paling ganas karena terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi.
3.    Otitis media supuratif kronik dapat memiliki komplikasi otologik dan intrakranial
4.    Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi
5.    Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.














DAFTAR PUSTAKA
1.      Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU. 2003.

2.      WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.

3.      Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.

4.      Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.

5.      Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI.2007.

6.      Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.

7.      Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada tanggal 23 September 2018.

8.      Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al (editor). Head & neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia : Lippincolt williams & wilkins. h. 2081-91.

9.      Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 23 September 2018.

10.  Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.

11.  Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal 23 September 2018.

12.  Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.

13.  Anonim. Ear, nose and throat and head and neck problems.  2015. Diunduh dari https://clinicalgate.com/ear-nose-and-throat-and-head-and-neck-problems/ pada 23 September 2018.

14.   Meutia, Dwi. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik. 2017. Jakarta : Universitas Trisakti.

15.  Aboet, Askaroellah. Labirinitis. 2006. Medan : FK USU.


No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...