PENDAHULUAN
Pneumonia adalah
suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh
bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau
kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada
sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada
alveoli paru.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi
dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering
bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae.
Anak dengan daya
tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak
tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor
imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma
pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.
Penyakit ini masih merupakan masalah
kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik.
Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah
sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan
penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin
memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.
LAPORAN
KASUS
1.
Identitas
pasien
Nama :
An. S
Tanggal Lahir : 08/07/2015
Umur :
2 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Safanga
Agama : Islam
Ruangan :
Dahlia
2.
Identitas
Orangtua / wali
AYAH Nama :
Tn.A
Umur :
36 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
IBU Nama :
Ny.F
Umur : 34 thn
Pekerjaan :
IRT
3.
Anamnesis
Keluhan Utama : Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah
sakit pelamonia dengan keluhan Muntah sejak sore tadi setiap makan dan minum
frekuensi > 10x, konsistensi air (+) warna kuning. BAB encer (-), demam (-) . Terakhir konsumsi minuman Pop Ice
sebelum muntah.
Selera
makan : kurang
Selera
minum : kurang
BAB : Baik
BAK : Lancar
Status
Imunisasi
|
Belum Pernah
|
1
|
2
|
3
|
Tidak tahu
|
BCG
|
ü
|
||||
Polio
|
ü
|
ü
|
ü
|
||
Difteri
|
ü
|
ü
|
ü
|
||
Tetanus
|
ü
|
ü
|
ü
|
||
Pertusis
|
ü
|
ü
|
ü
|
||
Hep. B
|
ü
|
ü
|
ü
|
||
Campak
|
ü
|
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Status Present
K.U : Sakit Sedang/Gizi kurang/Composmentis
BB : 85 kg
PB : 82 cm
b.
Tanda Vital
Tekanan Darah : (-)
Suhu :
36 0C
HR :
120 x/menit
RR : 25 x/menit
Skor dehidrasi : 9 (dehidrasi ringan - sedang)
-
KU : lemas
-
Mata :
cekung (+)
-
Mulut :
Kering(-)
-
Pernapasan : 25
x/menit
-
Turgor :
baik
-
Nadi :
120 x/menit
5.
Status Generalis
Pucat (+)
Cyanosis
(-)
Tonus :
Normal
Ikterus
(-)
Turgor :
baik
Busung
(-)
Kepala :
kesan normal
Muka : Simetris
kiri dan kanan
Rambut :
Hitam halus, tidak mudah dicabut
Ubun
ubun besar: Menutup (-)
|
Telinga:
Otorrhea (-)
Mata :
Cekung (+), anemis (-)
Hidung :
Rhinorea (-)
Bibir :
Kering (-)
Lidah :
Kotor (-)
Sel.
Mulut : Stomatitis (-)
Leher :
Kaku kuduk (-)
Kulit : Tidak
ada kelainan
Tenggorok
: Hiperemis (-)
Tonsil :
Tidak dievaluasi
|
Thorax
|
Jantung
|
Inspeksi
·
Simetris kiri dan kanan
·
Retraksi dinding dada (-)
Perkusi:
·
Sonor kiri dan kanan
Auskultasi
:
·
Bunyi Pernapasan : bronkovesikuler
·
Bunyi tambahan: Rh -/- Wh -/-
|
Inspeksi:
·
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
:
·
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
:
·
Batas kiri :
Linea
midclavicularis sinistra
·
Batas kanan :
Linea
parasternalis dextra
·
Batas atas :ICS III sinistra
Auskultasi
:
·
Bunyi Jantung I dan II regular, bising jantung (-)
|
Abdomen
|
|
Inspeksi
:
·
Perut datar, ikut gerak napas
·
Massa tumor (-)
Palpasi
:
·
Limpa : tidak teraba
·
Hati : Hepatomegali (-)
·
Nyeri tekan (-)
Perkusi
:
·
Tympani (+)
Auskultasi
·
Peristaltik meningkat
|
Alat
kelamin :
·
Dalam batas normal
Anggota gerak :
·
Dalam batas normal
Tasbeh (-)
Col. Vertebralis : Skoliosis (-)
KPR : +/+ kesan normal
APR : +/+ kesan normal
TPR : +/+ kesan normal
BPR : +/+ kesan normal
|
6.
Follow up pasien
Tanggal
|
Perjalanan Penyakit
|
Instruksi Dokter
|
23/11/2017
24/11/2017
|
S : Pasien masuk rumah sakit pelamonia dengan keluhan Muntah sejak
sore tadi setiap makan dan minum frekuensi > 10x, konsistensi air (+)
warna kuning. BAB encer (-), demam (-)
. Terakhir konsumsi minuman Pop Ice sebelum muntah.
Selera makan :
kurang
Selera minum :
kurang
BAB :
Baik
BAK :
Lancar
O : Tekanan Darah : (-)
Suhu : 36 0C
HR : 120 x/menit
RR : 25 x/menit
Skor dehidrasi :
9
A
: Vomitus + Dehidrasi sedang
P : Rawat Inap
S : Batuk (+) berlendir (+), mual (+), muntah (+) 2 kali , demam
(-)
Selera makan : kurang
Selera minum : Baik
BAK : Tidak Lancar
BAB : Hari ini
belum. Terakhir kemarin pagi
O : KU: lemas
N : 80 x/menit
P : 28 x/menit
S : 36.30C
A : Obs Muntah
P : Foto
Thoraks, DR, LED
|
Terapi Ugd
·
IVFD Asering 12 tpm (MD)
·
Inj.Ondansentron 4 mg/iv/extra
Obat
dari dokter
·
IVFD Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
·
Inj.Cefotaxime 500 mg/12j/iv
·
Domperidon 3x1/2
·
Ambroxol 3x1/2
·
Little U 1x1
Hasil
Lab :
·
WBC : 6.87 (10^3/uL)
·
RBC : 4.02 (10^6/uL)
·
HGB
: 8.6 (g/dL)
·
HCT : 28.0 (%)
·
MCV : 69.7 (fL)
·
MCH : 21.4 (pg)
·
MCHC : 30.7 (g/dL)
·
PLT : 428 (10^3/uL)
·
LED : 2 mm/jam
|
25/11/2017
|
S : Mual (+), Muntah (+) sekali-kali , pagi ini
belum muntah, batuk (+) berlendir (+), demam (+)
S.
makan : kurang
S.
minum : kurang
BAK
: lancar
BAB
: belum BAB pagi ini. Sudah 2 hari belum BAB
O : N : 110 x/m
P : 32 x/m
S : 36,3 ‘C
A :Bronchopneumonia
P : Terapi Lanjut
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Paracetamol 100mg/8j
Foto Thorax AP:
Bronchopneumonia
|
26/11/2017
|
S : Demam (+)
tadi pagi, Batuk (+) berlendir (+), mual (+), muntah frekuensi 2x kemarin
S.
makan : kurang
S.
minum : kurang
BAB
: terakhir kemarin malam
BAK
: biasa
O : N :110 x/m
P : 30 x/m
S : 37,3 ‘C
A : Bronchopneumonia
P : Konsul Gizi
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Paracetamol 100mg/8j
|
27/11/2017
|
S : Demam (+)
tadi malam, batuk berlendir (+) keras, muntah (+) 1x pagi ini kemarin 2x ,
mual (+), susah tidur karena batuk
N.
Makan : kurang
N.
minum : sedikit
BAB
: baik
BAK
: lancar
O : N : 124 x/m
P : 44 x/m
S : 36,4 ‘ C
Peristaltik (+) kesan normal
Rh -/- wh-/-
A : Bronchopneumonia
P : Terapi lanjut
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Nebu combivent 1 gr/8j
·
Paracetamol 100mg/8j
|
28/11/2017
|
S : Demam (-),
muntah 2x hari ini lendir (+), sisa makanan sedikit (+) air (+), batuk
berlendir (+), susah tidur karena batuk, sakit perut (-), mual (-)
S.
makan : kurang
S.
minum : kurang
BAB
: kemarin BAB 1x
BAK
: lancar
O : N : 84 x/m
P : 40x/m
S : 36,4 ‘ C
A : Bronchopneumia
P : Terapi Lanjut
GIZI KLINIK
S : Nafsu makan ↓
, selera makan ↓, mual muntah masih ada, demam (+), batuk (-), BAB : biasa,
BAK : lancar
O : Energi : 200
kkal, Tampak kurus, wasting (+), edema (-)
A :SG : Gizi
Buruk (<-3sd2 2006="" span="" who="">-3sd2>
SH : Anemia 8,6
SGT : Fungsional
P : Fase
Stanilisasi : 900 kkal (hari I)
Protein : 1,2 g/KgBB/hari ; 10,8 g
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Nebu combivent 1 gr/8j
·
Neurobion 1x1
·
Paracetamol 100 mg/ 8j
Edukasi Gizi :
Diet direncanakan :
-
Makanan lunak
(sesuai tabel)
-
F-100
3x1/hari
-
Susu Nutrion
junior 3x3 sdt (3x105kkal)
Suplemensi :
-
Little U syr
1x1 cth
-
Zinkid syr
1x1 cth
Vit A 6000 iu 1x1 tab
|
29/11/2017
|
S : Batuk (+)
berlendir (+), Demam (-), muntah (-), mual (-), tidur mulai baik.
S. makan : masih sedikit makan
S. minum : kurang
BAB : Hari ini belum BAB
BAK : lancar
O : N : 86x/m
P : 35x/m
S : 36,6 ‘ C
A : Bronchopneumonia
P : Terapi Lanjut
GIZI KLINIK
S : Nafsu makan ↓
, selera makan ↓, mual muntah masih ada, demam (+), batuk (-), BAB : biasa,
BAK : lancar
O : Energi : 200
kkal, Tampak kurus, wasting (+), edema (-)
A :SG : Gizi
Buruk (<-3sd2 2006="" span="" who="">-3sd2>
SH : Anemia 8,6
SGT : Fungsional
P : Fase
Stanilisasi : 900 kkal (hari II)
Protein : 1,2 g/KgBB/hari ; 10,8 g
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Neurobion 1x1
·
Cefixim 2x1/2
Edukasi Gizi :
Diet direncanakan :
-
Makanan lunak
(sesuai tabel)
-
F-100
3x1/hari
-
Susu Nutrion
junior 3x3 sdt (3x105kkal)
Suplemensi :
-
Little U syr
1x1 cth
-
Zinkid syr
1x1 cth
Vit A 6000 iu 1x1 tab
|
30/11/2017
|
S : Demam (-),
mual (+), muntah (-), Batuk (+), berlendir (+), tidur baik.
S.
makan : masih sedikit makan hanya 1 suap
S.
minum : kurang
BAB
: 1x sedikit padat
BAK
: lancar
O : N : 125 x/m
P : 35 x/m
S : 36,7 ‘ C
A : Bronchopneumonia
P : Terapi Lanjut
GIZI KLINIK
S : Asupan oral
masih kurang, mual muntah masih (-), demam (-), batuk (-), BAB : biasa, BAK :
lancar
O : FR 24 jam:
Energi : 660kkal (F-100 + susu Nutrient + buah) , wasting (+), edema (-)
A :SG : Gizi
Buruk (<-3sd2 2006="" span="" who="">-3sd2>
SH : Anemia 8,6
SGT : Fungsional
P : Fase
transisi: 1350 kkal (hari III)
Protein : 2,5 g/KgBB/hari ; 22,5
g
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Neurobion 1x1
·
Cefixim 2x1/2
Diet
1350 kkal via oral berupa :
-
F-100 5x/hari
-
Susu Nutrien Junior 3x105 kkal (3x3 sdt)
-
Buah 2P = 100 kkal
-
Makanan Padat (sesuai toleransi)
|
01/12/2017
|
S : Demam (-),
mual (-), muntah (-), batuk berkurang sekali-kali lendir sedikit, flu (+).
S.
makan : mulai mau makan
S.minum
: mulai membaik
BAK
: kemarin sudah. Pagi ini belum
BAB
: lancar
Rh
-/- wh -/-
O : N : 112 x/m
P : 32 x/m
S : 36,2 ‘ C
A : Bronchopneumonia
P : Terapi Lanjut
GIZI KLINIK
S
: asupan via oral, nafsu makan mulai ada, muntah (+) saat batuk berupa
lendir, demam (+), sesak (-).
BAB
: kesan biasa
BAK
: kesan kurang, via diapers ganti-ganti ± 2x/m
O
: FR 24 jam : 915 kkal (F-100 + SF Nutren junior + nasi + roti + buah.
Wasting (+), edema (>), Loft (+)
A
: SG : gizi buruk (<-3sd2 2006="" score="" span="" who="">-3sd2>
SM : Anemia 8.6
SGI : Fungsional
P
: Diet 1350 kkal
Protein : 2,5 gr/kgBB/hari : 235 gr/hari
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
· Inj.Cefotaxime
500 mg/12j/iv
· Domperidon
3x1/2
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Neurobion 1x1
·
Cefixim 2x1/2
Diet
1350 kkal via oral :
-
Makanan Padat (sesuai toleransi)
-
F-100 5x/hari
-
Susu Nutrien Junior 3x105 kkal (3x3 sdt)
-
Buah 2P = 100 kkal
Suplementasi
:
-
Little U syr 1x1 cth
-
Zinkid syr 1x1 cth
-
Vit A 6000 IU 1x1 tab
Evaluasi
asupan harian
|
02/12/2017
|
S : Demam (+)
tadi malam dan pagi, mual (+), muntah (+), lendir (+)
S.
makan : mulai mau makan
S.
minum : kurang
BAB
: hari ini belum 2 hari belum BAB
BAK
: lancar
O: N : 124 x/m
P : 32 x/m
S : 37,7 ‘ C
A :
Bronchopenumonia
P : Terapi Lanjut
GIZI KLINIK
S
: asupan via oral, nafsu makan mulai ada, muntah (+) saat batuk berupa
lendir, demam (+), sesak (-).
BAB
: kesan biasa
BAK
: kesan kurang, via diapers ganti-ganti ± 2x/m
O
: FR 24 jam : 915 kkal (F-100 + SF Nutren junior + nasi + roti + buah.
Wasting (+), edema (>), Loft (+)
A
: SG : gizi buruk (<-3sd2 2006="" score="" span="" who="">-3sd2>
SM : Anemia 8.6
SGI : Fungsional
P
: Diet 1350 kkal
Protein : 2,5 gr/kgBB/hari : 235 gr/hari
|
Obat
dari dokter
· IVFD
Asering
· Ambroxol
3x1/2
·
Little U 1x1
·
Pct 3x1 cth
Diet
1350 kkal via oral :
-
Makanan Padat (sesuai toleransi)
-
F-100 5x/hari
-
Susu Nutrien Junior 3x105 kkal (3x3 sdt)
-
Buah 2P = 100 kkal
Suplementasi
:
-
Little U syr 1x1 cth
-
Zinkid syr 1x1 cth
-
Vit A 6000 IU 1x1 tab
Evaluasi
asupan harian
|
03/12/2017
|
S : Demam (-),
batuk (+) berlendir (+), flu (-)
S.
makan : mulai mau makan
S.
minum : kurang
BAB
: 3 hari belum BAB. Pagi ini belum
BAK
: lancar
O : N : 124 x/m
P : 30x/m
S : 37,6’C
A : Bronchopneumonia
P : Rawat Jalan
Gizi
Klinik
S
: Nafsu makan membaik
|
BOLEH
KRS
|
7.
Diagnosis kerja
Berdasarkan
hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami
:
Diagnosis Masuk : Vomiting pro evaluation
Diagnosis Keluar : Bronkopneumoni dan Gizi Buruk
8.
Resume
Pasien masuk rumah
sakit pelamonia dengan keluhan Muntah sejak sore tadi setiap makan dan minum
frekuensi > 10x, konsistensi air (+) warna kuning. BAB encer (-), demam (-) . Terakhir konsumsi minuman Pop Ice
sebelum muntah.
Selera minum kurang, BAK lancar, status gizi kurang, suhu 36 0C, heart rate 120 x/menit,
respiratory rate 25 x/menit, skor dehidrasi 9 (dehidrasi ringan – sedang),
keadaan umum lemas, mata cekung (+), mulut kering (- ), turgor baik, bunyi pernapasan
bronkovesikuler, bunyi tambahan Rh -/- Wh -/-, peristaltik meningkat.
Pemeriksaan lab. Darah rutin:
24/11/2017
· WBC
: 6.87 (10^3/uL)
· RBC
: 4.02 (10^6/uL)
· HGB : 8.6 (g/dL)
· HCT
: 28.0 (%)
· MCV
: 69.7 (fL)
· MCH
: 21.4 (pg)
· MCHC
: 30.7 (g/dL)
· PLT
: 428 (10^3/uL)
· LED
: 2 mm/jam
|
9.
Pengobatan
·
IVFD Dextrose 5% 12 tpm + KAEN 3B
·
Inj.Cefotaxime 500 mg/12j/iv
·
Domperidon 3x1/2
·
Ambroxol 3x1/2
·
Little U 1x
·
Nebu combivent
·
Neurobion 1x1
·
Cefixim 2x1/2
10.
Diskusi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesis,
tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang.
Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita bronkopneumonia. Dapat dilihat dari hasil anamnesis pasien awalnya
masuk dengan keluhan muntah lalu setelah 2 hari pasien mengeluh batuk berlendir,
demam, gelisah dan mual sesuai dengan gelaja klinis bronkopneumonia yaitu suhu dapat naik
secara mendadak sampai 39-40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi, anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan
mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat
batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian
menjadi produktif. Dan dari
hasil foto thoraks menunjukkan pasien menderita bronkopneumonia.
Dari pengukuran
status gizi , pasien termaksud dalam gizi buruk sesuai dengan score WHO
(<3sd anak="" anamnesis="" bergizi="" buah="" buruk.="" cekung="" dan="" dari="" dengan="" gejala="" gizi="" hanya="" hasil="" iga="" klinis="" kurang="" kurus="" lengkeng="" makan="" mau="" mengembang="" minum="" pasien="" penampilan="" perut="" sering="" serta="" sesuai="" snak-snak="" span="" terlihat="" yang="">3sd>
PEMBAHASAN
A.
Bronkopnemonia
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30%
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Etiologi
Penyebab
bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1.
Faktor Infeksi
a. Pada
neonatus: Streptokokus group B, Respiratory
Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus
parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
2) Organisme
atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus
pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada
anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa,
Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme
atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus,
Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak
besar – dewasa muda :
1) Organisme
atipikal: Mycoplasma
pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus,
Bordetella
pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non
Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a.
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia
lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian
makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti
minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat
berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia.
Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS
dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.
Patofisiologi
Normalnya,
saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa
filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang
diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar,
dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru
terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan
jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya
infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri
didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru
menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular
(bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan
terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan
intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal
dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance
paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang
terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion
missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.
Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti
dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi
(hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya
direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap
dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Secara
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau
stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu
sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat
lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
Manifestasi
Klinis
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu
dapat naik secara mendadak sampai 39-40 C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013).
Dalam
pemeriksaan fisik penderita pneumonia
khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas
terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
Tanda
objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada;
penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan
retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan
ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal.
Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan
intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru
lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan
anak yang lebih tua.
Kontraksi
yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya
akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi
akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan
cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan
dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada
kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan
menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi
ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi
yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi
tidak terdapat kelainan
4. Pada
auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah
bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan
oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba terbuka
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan
tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah
halus-sedang
nyaring (crackles)
4. Foto thorax
menunjukkan
gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis
(pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
a. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang perlu
dilakukan:
1.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).
2.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan
bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak
melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan
(Bennete, 2013)
Penatalaksaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012;
Bradley et.al., 2011)
1.
Penatalaksaan Umum
a.
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai
sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60
torr.
b.
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c.
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2.
Penatalaksanaan Khusus
a.
Mukolitik,
ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c.
Pemberian
antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia
ringan à amoksisilin
10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi
dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1.
Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2.
Berat ringan penyakit
3.
Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4.
Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam
penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman
empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik
awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan
bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin +
aminoglikosid
b. amoksisillin - asam
klavulanat
c. amoksisillin
+ aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2.
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a.
beta laktam amoksisillin
b.
amoksisillin
-
asam klavulanat
c.
golongan sefalosporin
d.
kotrimoksazol
e.
makrolid (eritromisin)
3.
Anak usia sekolah (> 5 thn)
a.
amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b.
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik
awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan
dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam à ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit
seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).
Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari
penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis
supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).
Pencegahan
1.
Memberikan
imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali (pada usia
9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia 2-11
bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2 -11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak
3 kali (0-9 bulan).
2.
Menjaga
daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal sampai
berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
3.
Mengurangi
polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
4.
Mengurangi
kepadatan hunian rumah
B. Gizi Buruk
Menurut
WHO adalah terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya severe wasting (BB/TB
< 60% atau < -3 SD), atau ada gejala klinis gizi buruk (kwasiorkor,
marasmus, atau marasmik-kwashiorkor).
Klasifikasi
dan Klinis
Klinis
|
Antropometri
|
|
Gizi Buruk
|
Tampak sangat kurus
dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
|
< -3 SD **)
|
Gizi Kurang
|
Tampak Kurus
|
-3 SD - < -2 SD
|
Gizi Baik
|
Tampak Sehat
|
2 SD -2 SD
|
Gizi Lebih
|
Tampak Gemuk
|
>2 SD
|
Pada umumnya pengukuran dilakukan
dengan menggunakan metode Z–Score, anak dengan Z – Score stunning, wasting, underweight<-2 -3="" anak="" berat.="" malnutrisi="" memiliki="" sd.sedangkan="" sd="" span="" termasuk="" yang="" z-score="">-2>
Mekanisme
Gizi Buruk
Interaksi antara faktor-faktor
keberadaan zat gizi (faktor penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit
infeksi, infestasi cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara
pengolahan (faktor lingkungan) sangat penting dipertahankan dalam keadaan
seimbang dan optimal. Bila keseimbangan ini tidak terjaga maka akan
terjadi perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi
yang tersimpan dalam tubuh.
Bila hal ini berlangsung lama maka
berangsur-angsur cadangan tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis. Maka
untuk keperluan metabolisme dalam mempertahankan metabolisme kehidupan
sehari-hari, mulailah terjadi mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan
tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan jaringan
tubuh, kelainan metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat gizi, kelainan
fungsional, dan akhirnya kerusakan organ tubuh dengan segala keluhan,
gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai dengan jenis zat gizi yang
menjadi pangkal penyebabnya, bila protein penyebabnya akan terjadi kwasiorkor,
bila energi penyebanya akan terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan
terjadi marasmus kwasiorkor.
Gejala
Klinik
Penampilan muka seorang penderita
marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua.
Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya,
iga gambang, bokong baggy pant, perut
cekung, wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah
menangis, walapun setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar.
Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat.
Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor
disebabkan kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan
pada rambut kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor,
adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan
menghilang hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofis, hingga
tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran pencernaan, penderita marasmus
lebih sering menderita diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi,
dan pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak
sehat seumur. Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan
kadar hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi
yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.
Penanganan
Pengobatan terhadap gizi buruk adalah
ditujukan untuk menambah zat gizi yang kurang, namun dalam prosesnya memerlukan
waktu dan harus secara bertahap, oleh karenanya harus di rawat inap di rumah
sakit. Secara garis besar penanganannya adalah sebagai berikut :
- Pada tahap awal harus
diberikan cairan intra vena, selanjutnya dengan parenteral dengan bertahap, dan
pada tahap akhir dengan diet tinggi kalori dan tinggi protein
- Komplikasi penyakit
penyerta seperti infeksi, anemia, dehidrasi dan defisiensi vitamin diberikan
secara bersamaan.
- Penanganan terhadap
perkembangan mental anak melalui terapi tumbuh kembang anak.
- Penanganan kepada
keluarga, melalui petunjuk terapi gizi kepada ibu karena sangat penting pada
saat akan keluar rumah sakit akan mempengaruhi keberhasilan penanganan di
rumah.
Adapun penanganan gizi buruk yang terdiri atas
sepuluh langkah:4
1.
Hipoglikemia1
Semua anak dengan gizi buruk
berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl)
sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula
pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.Pemberian makan yang sering sangat
penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Jika fasilitas setempat tidak
memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus
dianggap menderita hipoglikemiadan segera ditangani sesuai panduan.
Tatalaksana
- Segera
beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya memungkinkan.
- Bila
F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml. larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 mlair) secara oral
atau melalui NGT.
- Lanjutkan
pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selamaminimal dua hari.
- Bila
masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75.
- Jika
anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secaraintravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutangula pasir 50 ml
dengan NGT.
- Beri
antibiotik.
Pemantauan
- Jika
kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
- Jika
kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan
glukosa atau gula 10%.
- Jika
suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
2.
Hipotermia
Diagnosis: Suhu aksilar <35 span="">35>
Tatalaksana
-
Segera beri makan F-75 (jika perlu,
lakukan rehidrasi lebih dulu).
-
Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk
kepalanya). Tutup denganselimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepadaanak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada
dadaatau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu
listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.
-
Beri antibiotik sesuai pedoman.
Pemantauan
-
Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam
sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur
suhu tiap setengah jam.
-
Hentikan pemanasan bila suhu mencapai
36.5° C.
-
Pastikan bahwa anak selalu tertutup
pakaian atau selimut, terutama pada malam hari
-
Periksa kadar gula darah bila ditemukan
hipotermia
Pencegahan
-
Letakkan tempat tidur di area yang
hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup
pakaian/selimut
-
Ganti pakaian dan seprai yang basah,
jaga agar anak dan tempat tidur tetap kering
-
Hindarkan anak dari suasana dingin
(misalnya: sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis)
-
Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang
tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari
-
Beri makan F-75 atau modifikasinya
setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang hari, siang danmalam.
3.
Dehidrasi
Diagnosis
Cenderung terjadi diagnosis
berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yangberlebihan mengenai derajat
keparahannya pada anak dengan gizi buruk.Hal ini disebabkan oleh sulitnya
menentukan status dehidrasi secara tepatpada anak dengan gizi buruk, hanya
dengan menggunakan gejala klinissaja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila
gejala dehidrasi tidak jelas,anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksana
-
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
-
Beri ReSoMal, secara
oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibandingjika melakukan rehidrasi
pada anak dengan gizi baik.
-
beri 5 ml/kgBB setiap 30
menit untuk 2 jam pertama
-
setelah 2 jam, berikan
ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa
banyak anak mau, volume tinjayang keluar dan apakah anak muntah.
-
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur
setiap 2 jam.
-
Jika
masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th:
100-200 ml setiap buang air besar.
Oleh karena larutan pengganti tidak
mengandung Mg, Zn, dan Cu, makadapat diberikan makanan yang merupakan sumber
mineral tersebut.Dapatpula diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0.3
ml/kg BB,maksimum 2 ml/hari.
Pemantauan
Pantau
kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam
selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada
terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan
gagal jantung dan kematian.
Periksalah:
•
frekuensi napas
•
frekuensi nadi
•
frekuensi miksi dan jumlah produksi urin
•
frekuensi buang air besar dan muntah
Selama
proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada
diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel berkurang
serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi
buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh
telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.
Jika
ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan
frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan
penilaian ulang setelah 1 jam.
4.
Gangguan keseimbangan
elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk
mengalami defisiensi kalium dan magnesiumyang mungkin membutuhkan waktu 2
minggu atau lebih untuk memperbaikinya.Terdapat kelebihan natrium total dalam
tubuh, walaupun kadar natrium serummungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh
keadaan ini.Jangan obatiedema dengan diuretikum.
Tatalaksana
Untuk mengatasi gangguan elektrolit
diberikan Kalium dan Magnesium,yang sudah terkandung di dalam larutan
Mineral-Mix yang ditambahkan kedalam F-75, F-100 atau ReSoMal. Gunakan larutan
ReSoMal untuk rehidrasi. Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
5.
Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi
yang biasa ditemukan seperti demam,seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda
merupakan hal yang sering terjadi.Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan
gizi buruk mengalami infeksisaat mereka datang ke rumah sakit dan segera
tangani dengan antibiotik.Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi
berat.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
-
Antibiotik spektrum luas
-
Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6
bulan dan belum pernah mendapatkannya,atau jika anak berumur > 9 bulan dan
sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.
-
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada
infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12
jam selama 5 hari
-
Jika ada komplikasi (hipoglikemia,
hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas
ada infeksi, beri:
§ Ampisilin
(50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin
oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia
amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap6 jam selama 5 hari)
sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH:Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV)
setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria,
tunda pemberian gentamisin dosis ke-2sampai ada diuresis untuk mencegah efek
samping/toksik gentamisinJika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol(25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
Jika diduga meningitis, lakukan
pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap
6 jam) selama 10 hari.
Jika ditemukan infeksi spesifik
lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau
jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada
apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan
penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak
terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.
Pengobatan
terhadap parasit cacing
Jika terdapat bukti adanya
infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol
(20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun
belum terbukti adanya infestasi cacing.
Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah
pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari
penuh. Jika nafsu makan belummembaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada
anak.
6.
Defisiensi zat gizi mikro
Semua
anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai
anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya
(biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat
memperparah infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
-
Multivitamin
-
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1
mg/hari)
-
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
-
Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
-
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan
naik (mulai fase rehabilitasi). Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1
7.
Pemberian makan awal (Initial refeeding)
Pada fase awal, pemberian makan
(formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih
rapuh.
Tatalaksana
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal
adalah:
o
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi
sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa
o
Berikan secara oral atau melalui NGT,
hindari penggunaan parenteral
o
Energi: 100 kkal/kgBB/hari
o
Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
o
Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema
berat beri 100 ml/kgBB/hari)
o
Jika
anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlahF-75 yang
ditentukan harus dipenuhi.
Pada anak dengan nafsu makan baik
dan tanpa edema, jadwal di atas dapatdipercepat menjadi 2-3 hari.Formula awal
F-75 sesuai resep (halaman 209) dan jadwal makan dibuat untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi.Pada F-75 yang berbahan serealia,
sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena sehingga lebih
menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu
dimasak dulu. Formula ini baikbagi anak gizi buruk dengan diare
persisten.Terdapat 2 macam tabel petunjuk pemberian F-75 yaitu untuk gizi
buruktanpa edema dan dengan edema berat (+++).
8.
Tumbuh kejar
Tanda
yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
- Kembalinya
nafsu makan
- Edema minimal
atau hilang.
Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke
formulatumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100
sejumlah yang sama dengan F-75selama 2 hari berturutan.Selanjutnya naikkan
jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberiansampai anak tidak mampu menghabiskan
atau tersisa sedikit.Biasanyahal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai
200 ml/kgBB/hari.Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI
yangdimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebandingdengan
F-100.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
-
Pemberian
makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan anak)
-
Energi:
150-220 kkal/kgBB/hari
-
Protein: 4-6
g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan
pemberian ASI tetapi pastikan anaksudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena
ASI tidak mengandungcukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.
Makanan-terapeutik-siap-saji(ready to use therapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak500 kkal/sachet 92 g dapat digunakan pada fase
rehabilitasi.
9.
Stimulasi sensorik dan
emosional
Lakukan:
- Ungkapan kasih
sayang
- Lingkungan
yang ceria
- Terapi bermain
terstruktur selama 15–30 menit per hari
- Aktivitas
fisik segera setelah anak cukup sehat
- Keterlibatan
ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan, bermain)
10.
Malnutrisi pada bayi < 6
bulan
Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak
yanglebih tua.Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus
dipertimbangkan,sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai.Jika ternyatatermasuk
gizi buruk, prinsip dasar tatalaksana gizi buruk dapat diterapkanpada kelompok
umur ini.Walaupun demikian, bayi muda ini kurang mampumengekskresikan garam dan
urea melalui urin, terutama pada cuaca panas.Oleh karena itu pada
fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah:
-
ASI (jika tersedia dalam jumlah cukup)
-
Susu formula bayi (starting formula)
Pada fase rehabilitasi, dapat digunakan F-100 yang diencerkan (tambahan
airpada formula menjadi 1500 ml, bukan 1000 ml).
KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru
yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Insiden
penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5
tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2
tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bennete
M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
(9 Marert 2013).
2. Bradley
J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A.,
and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines
by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases
Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.
3. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI.
4. Behrman., Kliegman. & Arvin. 2002.
Nelson Esensi Pediatri , Edisi: 4. Jakarta : EGC. 80-82
5. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan Kesehatan
Anak Di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di
Kabupaten/Kota.World Health Organization. Jakarta : 2009
6. Siddiqi Nure Alam,Md. www.nepjol.info/index.php/AJMS/article/ download/3662/4451. Asian Journal of Medical Sciences 2. 2011
7. dr. I Wayan Sujana. Kekurangan Energi Protein. Acceced on
http://www. idijembrana.or.id. September 2014.
No comments:
Post a Comment