Search This Blog

Saturday, January 13, 2018

Fetishisme

FETISHISME


A. Pendahuluan
Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-faktor yang kompleks. Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan perkembangan pengalaman seks selama siklus kehidupannya. Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau wanita dan semua pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan reproduksi, termasuk ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain.1
Fetishisme adalah salah satu bentuk dari parafilia. Definisi parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari kebiasaan seksual normal, namun bagi beberapa orang, tindakan menyimpang ini penting untuk mendapatkan rangsangan seksual dan orgasme. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respon terhadap stimulasi yang secara normal dapat menimbulkan gairah seksual. Orang-orang dengan parafilia terbatas pada stimulasi atau tindakan spesifik yang menyimpang.2
Parafilia yang dialami oleh seseorang dapat merupakan parafilia dengan kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti dirisendiri ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas. Edisi revisi keempat diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM-IV-TR) telah mengkategorikan parafilia kepada ekshibisionisme, fetishisme froteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadisme seksual, veyorisme, fetishisme transvestik, dan suatu kategori terpisah untuk parafilia lain yang tidak ditentukan (NOS : not oherwise specified) – sebagai contoh zoofilia. Seseorang dapat mengalami gangguan parafilia yang multiple. Pada referat ini akan dibahas lebih jauh mengenai salah satu jenis parafilia yaitu fetishisme.2,3

B. Definisi
Menurut definisi kamus John Mc Echols dan Hassan Shadily, fetish diartikan sebagai pemujaan mutlak/mendalam. Namun menurut Cambridge's Dictionary, kata ini didefinisikan sebagai rangsangan secara seksual terhadap benda secara tidak wajar.4,5
Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual hebat yang berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang bukan manusia.6
Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh (seperti, sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan dengan tubuh manusia. Pada penderita fetishisme, penderita kadang lebih menyukai untuk melakukan aktivitas seksual dengan menggunakan obyek fisik (jimat), dibanding dengan manusia. Penderita akan terangsang dan terpuaskan secara seksual jika:7
1. Memakai pakaian dalam milik lawan jenisnya
2. Memakai bahan karet atau kulit
3. Memegang, atau menggosok-gosok atau membaui sesuatu, misalnya sepatu bertumit tinggi.
Objek fetish sering digunakan untuk mendapatkan gairah selama melakukan masturbasi, dorongan seksual tidak dapat terjadi jika ketidakhadiran dari objek tersebut. Jika terdapat pasangan seksual, pasangannya ditanya untuk memakai pakaian atau objek lain sesuai objek fethisnya selama aktivitas seksual.3

C. Epidemiologi
Sangat susah untuk menilai prevalensi fetishisme pada populasi umum. Meskipun menilai prevalensi penderita dilakukan melalui pendataan individu yang menunjukkan gejala pada saat pengobatan ataupun penilaian di klinik spesialis kelamin, hal ini tidak sepenuhnya terdata akibat kebanyakan penderita menyembunyikan perilaku fetishistik mereka secara pribadi. Selain itu, kebiasaan fetishistik itu sendiri biasanya tidak dihubungkan dengan tindak kriminal walaupun kelainan ini dapat terkombinasi dengan jenis kelainan parafilia yang lain yang dapat menimbulkan tindak kriminalitas. Oleh karena ini, dari data yang ada, tindakan parafilia khususnya fetishisme yang mencari terapi rawat jalan hanya 2%.2-7

D. Etiologi
Menurut beberapa ahli kejiwaan, hasrat fetish bisa timbul karena pengalaman traumatik dari penderita, misalnya salah satu orang yang sangat dia sayang meninggal, dan beberapa tahun kemudian dia bertemu seseorang yang memiliki bibir yang sama dengan orang yang dia sayang itu. Namun banyak juga yang mengatakan bahwa fetishisme itu muncul karena adanya faktor alami dari otak si penderita yang mengingat terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang yang disayanginnya. Misalnya, seseorang sedang rindu dengan kekasihnya, kemudian dia membayangkannya dalam pikirannya, dan selalu ingat saat kekasihnya tersenyum, tertawa, berjalan, dan akhirnya lama kelamaan berubah menjadi sebuah fetishisme.8
Teori Psikoanalisis
Menurut teori libido Freud’s, anak berkeyakinan bahwa setiap wanita (termasuk ibunya) memiliki vagina dan menolak untuk melepaskan kepercayaan ini. Ketika ia menemukan bahwa perempuan tidak memiliki penis, ini merupakan suatu hal yang membuatnya terheran-heran. Ia sudah mulai berpikir bahwa ayahnya akan memotong penisnya, dan pemikirannya tentang ibunya tentang hal ini membuat si anak berada pada mode penyangkalan. Dia konstruksikan pemikirannya tentang suatu objek fetish, yang baginya merupakan vagina perempuan, dan kemudian menyatu menjadi ketertarikan erotis terhadap fetish tersebut, dan ia menjadi fetishist.9
Teori Biologis
Filogenetik Pertimbangan
Menariknya, fenomena yang terkait dengan fetishisme telah terlihat pada hewan. Sebuah boot karet sudah diamati untuk membangkitkan ereksi penis babon (Papio) dan bahkan ejakulasi di simpanse (Pan troglodytes). Permukaan karet yang halus mungkin berhubungan dengan bagian tubuh atau tanda yang memiliki nilai gairah seksual, hal ini dihubungkan dengan kontur kenyal dan seperti warna kulit dari area seksual anogenital yang dapat membangkitkan sinyal seksual, misalnya payudara dan bokong. Sehingga Hewan Fetishist dapat terangsang dengan sendirinya. Wickler menegaskan bahwa sinyal seksual seperti ini juga terjadi pada manusia. Banyak fetish (misalnya: basah, mengkilat, hitam, pink, atau benda berbulu) memiliki atribut visual yang mencolok sehingga mengingatkan pada area seksual.9
Lesi Lobus Frontal dan Temporal
Huws at all telah melaporkan kasus hiperseksual dan fetishisme pada pasien dengan multipel sklerosis, dimana hasil scan MRI menunjukkan terdapat lesi frontal dan temporal, namun belum diketahui secara jelas bagaimana patofisiologinya. Ini menunjukkan bahwa hiperseksual mungkin gejala yang muncul pada multipel sklerosis. Banyak peneliti lainnya yang melaporkan hubungan antara fetishisme dengan lesi lobus temporal.9
Neuronal Cross-link
Telah dipercaya bahwa fetishisme mungkin hasil dari neuronal cross-link antara regio-regio dalam otak manusia. Misalnya, regio otak yang menerima stimulus sensoris diteruskan menyilang ke regio otak yang memproses stimulus seksual. memproses melewati saraf sensoris dan meneruskan ke regio yang memproses stimulus seksual.9
Faktor genetic
Gorman melaporkan kasus fetishisme pada anak kembar laki-laki uniovular (inisial EH dan OH), mendukung pendapat yang menyatakan bahwa genetik mungkin merupakan faktor yang mendasari fetishisme. Si kembar yang dilahirkan tahun 1920, dan diperiksa pada tahun 1962. Keduanya mengalami rubber fetishisme (bahan jenis karet). Usia onset hampir sama, si kembar berinisial OH yang diperiksa pertama, mengungkapkan bahwa ia tidak ada berhubungan/kontak dengan kembarannya EH selama bertahun-tahun. Kemudian EH diperiksa dan ditemukan memiliki fetishisme yang sama.9
Penjelasan lainnya
Bagi fetishist bentuk kaki mengingatkan akan bentuk organ genital perempuan atau laki-laki atau bentuk tubuh perempuan. Dari sisi lain kaki dan organ genital memiliki kedekatan anatomi, sehingga ketika melihat salah satunya, maka yang lain akan terlihat juga. Kemudian akan tersimpan di pikiran dan keduanya saling berhubungan. 9

E. Penggolongan/tingkatan
Ada 5 tingkatan fetishist dilihat dari tindakan atau seberapa jauh hasrat fetishist kepada parts/objek/kegiatan yang dicintainya, yaitu:10
1. Tingkat I : Pemuja (Desires)
Ini merupakan tahap awal. Biasanya tidak terlalu terpengaruh atau fetish tidak terlalu mengganggu pikiran seseorang.
Contohnya: saat seorang pria mengidamkan wanita dengan payudara yang besar, rambut pirang, atau berbibir tipis. Namun bila pria ini tidak mendapatkan wanita yang diimpikannya itu, dia tidak akan terlalu mempermasalahkannya dan hubungan seksual dengan wanita itu tetap berjalan normal.
2. Tingkat II : Pecandu (Cravers)
Ini merupakan tingkatan lanjutan dari tingkat awal. Saat seseorang fetishist telah mencapai tahap ini, psikologi orang ini akan membuat dirinya "amat membutuhkan" pasangan dengan fetish tertentu yang didambakannya. Bila hal itu tidak dapat terpenuhi, akan mengganggu hubungan seksual orang ini, misalnya hilang hasrat seksual atau tidak tercapainya orgasme/klimaks.
3. Tingkat III : Fetishist Tingkat Menengah
Ini termasuk tingkat yang berbahaya, fetishist akan melakukan apapun demi mendapatkan fetish yang dia inginkan dengan menculik atau mencuri, menyiksa, atau hal-hal sadis lainnya. Hasrat seksual fetishist ini hanya akan terlampiaskan dengan seseorang yang memiliki bagian yang dia inginkan “tidak peduli itu lawan jenis ataupun sejenis”.
4. Tingkat IV : Fetishist Tingkat Tinggi
Lebih sadis dari tingkat III, pada tingkat ini seseorang ”tidak akan peduli dengan hal lain diluar fetishnya”. Misalnya: Fetish seseorang adalah stocking wanita, maka dia tidak membutuhkan wanita itu, hanya stockingnya saja (hammer). Dan yang lebih parah adalah bila fetish seseorang adalah bagian tubuh, dia hanya membutuhkan bagian tubuh orang itu saja dan tidak peduli dengan orang yang memiliki bagian tubuh itu sendiri.
5. Tingkat V : Fetishistic Murderers
Tingkatan ini merupakan tingkatan yang sangat parah. Dimana pelaku rela membunuh, memutilasi, demi mendapatkan fetish yang dia inginkan. Orang dengan fetishisme bisa sembuh dengan terapi psikologis dan pengobatan kejiwaan lainnya. Tergantung dari tingkat fetishist itu sendiri.

F. Gambaran Klinis
Fetishist sering masturbasi sambil memegang atau menggosok objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish dalam hubungan seksual mereka. Fetish ini biasanya diperlukan atau sangat disukai untuk memunculkan rangsangan seksual, dan dalam ketiadaan mungkin akan ada disfungsi ereksi pada laki-laki. Fetishisme tidak dikatakan hadir ketika fetishes terbatas untuk barang dari pakaian perempuan digunakan dalam “cross-dressing”, seperti dalam fetishisme transvestik, atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital (misalnya, sebuah vibrator). Fetisisme biasanya dimulai oleh remaja, meskipun fetish mungkin bisa muncul lebih awal dalam masa anak-anak. Setelah menjadi suatu kebiasaan yang menetap, fetishisme cenderung kronis. 11
Berikut ini adalah contoh gambar foot fetishism:

Gambar 1. Foot fetishism

G. Diagnosis
Fetishisme harus didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang paling penting dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang memuaskan. Fantasi fetishistik adalah lazim, tetapi tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan menyebabkan penderitaan pada individu. Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), kode yang sesuai untuk fetishisme adalah F65.0. Pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila memiliki kepuasan seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya mengalami tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun orang lain.2
Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-5, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah:12
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
3. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada “cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.

H. Diagnosis Banding
Transvestisme Fetishistik
Transvestisme fetishistik adalah mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan untuk mencapai kepuasan seksual. Gangguan ini dibedakan dari fetishisme simpleks dimana pakaian sebagai barang fetishistik bukan hanya sekadar dikenakan, tetapi dikenakan juga untuk menciptakan penampilan seseorang dari lawan jenis. Biasanya lebih dari satu barang yang dikenakan dan sering kali suatu perlengkapan menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tata rias wajah.13



I. Penatalaksanaan
Psikoterapi
Ada dua perawatan terapi untuk fetishisme, yaitu terapi perilaku kognitif dan psikoanalisis, meskipun perawatan terapi tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam kebanyakan kasus, fetishisme menikmati perilaku mereka dan melihatnya sebagai orientasi natural dari diri mereka, dengan tidak berniat mengubahnya. Adapun kedua pengobatan tersebut dapat dilengkapi dengan perawatan terapi tambahan lainnya.14
a. Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang tanpa menganalisis bagaimana dan mengapa hal tersebut muncul. Terapi perilaku kognitif tidak berfokus pada etiologi dari fetishisme, terapi dibangun berdasarkan studi empiris intervensi yang tidak menyusahkan fetishist. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa fetishisme merupakan hasil kondisi atau penanaman kesan. Terapi ini tidak mampu mengubah preferensi seks pasien, namun hanya bisa menekan akibat perilaku yang tak diinginkan. 14
Terapi perilaku kognitif terutama berfokus pada keselarasan pikiran pasien ke pikiran-pikiran otomatis yang mempengaruhi suasana hati pasien dan perilaku. Pasien menjadi lebih sadar akan pola pemikiran mereka, mereka belajar untuk mengubah pikiran irrasional dan menyelesaikan kontradiksi yang mengarah pada marabahaya.12
Satu terapi yang mungkin dilakukan adalah pembentukan kondisi aversif, di mana pasien dikonfrontasikan dengan fetishnya, dan secepat dimulainya rangsangan seks, dipaparkan pada stimulus yang tidak menyenangkan. Dilaporkan bahwa pada saat lebih dini, stimuli sakit berupa kejutan listrik atau bau menyengat telah digunakan sebagai stimulus aversif. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya. 12
Dewasa ini, stimulus aversif yang umum dipakai adalah foto-foto yang menggambarkan hal yang tidak menyenangkan seperti menyakiti alat kelamin. Variasi terapi ini adalah membantu pembentukan kondisi aversif, di mana pasien dipaksa mengeluarkan gas abdominal (kentut) sebagai stimulus aversif.
Terapi lain yang mungkin dilakukan adalah teknik yang disebut pemikiran terhenti (thought stop), di mana ahli terapi meminta pasien memikirkan fetishnya, dan tiba-tiba berteriak "berhenti!". Pasien merasa tersakiti, jalur pemikirannya rusak. Setelah menganalisis efek kejut mendadak secara bersamaan, ahli terapi lalu mengajarkan pasien penggunaan teknik oleh diri sendiri untuk menginterupsi pemikiran tentang fetishnya dan selanjutnya mencegah perilaku yang tidak diinginkan.15
b. Psikoanalisis-Teori Sigmund Freud
Terapi psikoanalisis ini berupaya untuk menempatkan pengalaman trauma bawah sadar yang menyebabkan awal timbulnya fetishisme. Dengan membawa pengetahuan bawah sadar pada suara hati, lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara rasional dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya. Tidak seperti halnya terapi kognitif, psikoanalisis ini menangani penyebabnya itu sendiri.15
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan pada analisis proses ini, mencakup terapi bicara, analisis mimpi, dan terapi bermain. Mana metode yang akan dipilih tergantung pada permasalahan itu sendiri, sikap dan reaksi pasien terhadap metode tertentu, dan edukasi dan preferensi ahli terapi.15
Ditekankan bahwa dalam psikoanalisis, fetish adalah hal terakhir yang dilihat anak kecil sebelum menemukan bahwa wanita tidak memiliki penis. Rangsangan erotis dari observasi pertama sang anak terhadap anak perempuan atau wanita bertelanjang menjadi traumatis ketika ia menemukan bahwa hal tersebut adalah ancaman yang nyata. Apa yang menyebabkan rangsangannya meningkat tiba-tiba berubah menjadi hal yang menyeramkan.15
Sang anak lalu merasakan amat mendalam terhadap momen meningkatnya rangsangan, tepat sebelum trauma terjadi. Hal ini biasanya berupa pakaian dalam atau kaki, namun bisa juga berupa apa saja. Pada defenisi yang lebih ketat, menampilkan alat seksual kedua payudara dan pantat bukan merupakan fetish.15
Psikofarmaka
Berbagai obat farmasi yang tersedia, yang menghambat produksi hormon steroid, terutama hormon testosteron pada laki-laki dan hormon estrogen pada perempuan. Dengan menghambat tingkat hormon seks steroid, hasrat seksual menjadi berkurang. Jadi secara teori, seseorang bisa mendapatkan kemampuan untuk mengendalikan fetish mereka disertai dengan proses pemikiran yang cukup tanpa terganggu oleh rangsangan seksual. Selain itu, bantuan dan motivasi orang lain dalam kehidupan sehari-hari mereka, memungkinkan mereka untuk mengabaikan fetish dan kembali ke rutinitas sehari-hari.14
Penelitian lain mengasumsikan bahwa fetish menyerupai gangguan obsesif-kompulsif sehingga gangguan ini dapat teratasi dengan penggunaan obat-obatan psikiatri (inhibitor reuptake serotonin dan dopamine blocker) untuk mengendalikan parafilia termasuk fetishisme yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi14
Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil positif dalam studi kasus tunggal dengan beberapa obat, salah satunya adalah obat topiramate yaitu suatu obat antikonvulsan baru dan berguna dalam beberapa kasus fetishisme. Perawatan fisik melalui psikofarmaka cocok untuk mendukung salah satu metode psikologis.14
Hal ini terbukti dari laporan kasus Syi’ah et al yang melaporkan seorang pria berumur 23 tahun memiliki sifat fetishisme dengan objek kaki perempuan dan sepatu. Dia akan merasa senang secara seksual dengan melihat atau mencium kaki perempuan dan sepatu. Ketika psikoterapi pada individu tersebut tidak ditemukan efektif, ia diberikan pengobatan dengan topiramate (200 mg per hari). Dalam waktu 6 bulan gejalanya fetishisme berkurang. Tidak ada yang signifikan efek samping.14
Jadi, terapi pengobatan hanya sangat diperlukan untuk fetishisme seksual yang ekstrim yang berarti bahwa seseorang tidak dapat secara seksual mencapai kepuasan tanpa melakukan fetishisme. Obat psikoaktif
adalah bentuk utama dari pengobatan. 14

J. Prognosis
Prognosis buruk untuk fetishisme adalah berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak ada perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan prognosis adalah baik jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.12




No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...