Search This Blog

Wednesday, November 11, 2015

Modul Kuning

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang kerumah sakit dengankeluhan utama kulit dan mata berwarna kuning.Keadaan tersebut dialami sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan keluhan demam, badan lemas, mual, tidak nafsu makan dan rasa sakit pada perut sebelah kanan. Tiga hari terakhir ia mengalami gatal-gatal dan buang air besar yang berwarna seperti teh. Penderita sudah berobat ke puskesmas namun belum ada perbaikan.

INTI MASALAH

1.
Laki-laki 23 tahun
2.
Kulit dan mata berwarna kuning
3.
Disertai keluhan demam, badan lemas, mual muntah dan tidak nafsu makan
4.
Tiga hari terakhir mengalami gatal-gatal
5.
Warna urine seperti teh

METABOLISME BILIRUBIN NORMAL
Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem monosit- makrofag.Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari.Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Sekitar 15 – 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
 Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin  mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin.Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin.Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine.Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumindalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam 3lngkah :ambilan, konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hatimemerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z.
Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil  transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat – zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine.

PEMBENTUKAN BILIRUBIN BERLEBIHAN
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini dapat meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskrsikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebbih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto imun), pemberian beberapa obat dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoisis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum – sum tulang (talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yan berlangsung kronis dapat menyeabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin diluar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan.Pengobatan langsung ditunjukkan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20mg/dl pada bayi dapat menyebabkan terjadinya kernikterus.
GANGGUAN AMBILAN BILIRUBIN
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati dilakukan dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh dalam ambilan bilirubin dalam hati: asam flavaspidat (dipakai untuk pengobatan cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus menghilang bila obat pencetus dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan beberapa kasus sindrom gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan gangguan ambilan oleh hati. Namun pada sebagian besar kasus ditemukan adanya defisiensi glukoronil transferase, sehingga keadaan ini paling baik dianggap sebagai defek konjugasi bilirubin.
GANGGUAN KONJUGASI BILIRUBIN
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9 mg/100ml) yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut sebagai ikterus fisiologis neunatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan  imuturitas enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari hingga minggu kedua lahir, dan setelah itu ikterus akan menghilang.
PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabklan oleh faktor fungsional maupun obtruksi, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi, bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresi dalam urine dan menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen urin sering menurun sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai dengan bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang meningkat dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar daro orange-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obtruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain ikterus obtruktif.  Kolestasis pertama dapat ditularkan secara parenteral (parenterally transmitted) dan disebut PT-NANBH dan yang kedua dapat ditularkan sacara enteral (enterically transmitted) disebut ET-NANBH. Tata nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai hepatitis C dan ET-NANBH sebagai hepatitis E.
Virus delta atau virus hepatitis D (HDV) merupakan virus RNA yang defektif yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada HBV. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang besamaan dengan HBV, atau sebagai suprainfeksi pada seorang karier HBV.

















PATOMEKANISME LELAH
VIRUS/OBSTRUKSI/TOXCIN
 
 
Sumber : Harrisons principles of internal medicine
LEMAS
HIPOGLIKEMI
GLUKONEOGENESIS
GLUKOGENESIS
LEMAS


GIZI & NUTRISI
ANOREKSIA
NYERI
RASA TIDAK NYAMAN BAGIAN KUADRAN KANAN ATAS
FUNGSI METABOLISME        KARBOHIDRAT, LEMAK , PROTEIN
HEPATOMEGALI
PARENKIM HATI & SEL HATI, DUCTULI INTRAHEPATIK TERGANGGU
DISTENSI CAPSULA HEPATIK
INFLAMASI DI HEPAR
SUPLAI DARAH TERGANGGU
 





HEPATITIS A












Patomekanisme Muntah
Pusat Muntah
(Daerah medulla oblongata )- nucleus salitarius berdekatan dengan formation retikularis lateralis)
CTZ diluar blood brain barrier dia area postrema dari medulla (reseptor serotonin dan dopamine D2)
Obat-obatan dan kemoterapi, hipoksiatoksin,hipoksia,uremia,asidosis,dan terapi radiasi
Motion atau infeksi
Peningkatan CNS center (cortex)
CNS disorder
Sistem vestibuler (reseptor histamine H1 dan kolinergik muskarinik)
Distensi biliaris,iritasi mukosa, atau infeksi
Afferent vagal fibers dan N.splanchnic  fibers dari visera GI
 




















HEPATITIS

Hepatitis Virus adalah Infeksi sistemik yang dominan menyerang hati, dimana sel-sel hati akhirnya mengadakan regenerasi dengan sedikit kerusakan yang tersisa atau tanpa kerusakan sama sekali, hampir semua kasus hepatitis virus  disebabkan oleh salah satu dari lima virus yaitu :  Virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV) , Virus hepatitis C  (HCV) , virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV).
TANDA DAN GEJALA :
1.
Anoreksia, mual, muntah
2.
Ikterus akibat metabolism bilirubin yang menurun
3.
Urine gelap akibat peningkatan kadar urobilinogen
4.
Hepatomegali akibat inflamasi
5.
Nyeri abdomen
6.
Tinja Akolin
7.
Pruritus
8.
Cendrung mendadak pada HAV & HEV
9.
Demam jarang ditemukan, kecuali pada infeksi HAV














VIRUS HEPATITIS A (HAV)
HAV adalah hepatitis infeksiosa atau hepatitis dengan masa inkubasi singkat.Dan umumnya menyebar melalui jalur fekal-oral dengan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi feses penderita HAV tersebut.

CIRI
HEPATITIS  A
Inkubasi
14 hingga 45 hari
Awitan

akut
Usia
Anak-anak & dewasa muda
Penularan
Fekal oral, seksual
Intensitas
Ringan
Prognosis
Umumnya baik
Perjalanan ke arah kronis
Tidak pernah

Diagnosis :
Transmisi secara serologis
HAV  :  -  IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut & 3-6 bulan    
Setelahnya.
-
Anti  HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau

HEPATITIS C
.
DEFINISI
Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (HCV) yang terdapat dalam darah seseorang yang menderita penyakit tersebut. Hepatitis C  yang awalnya dikenal sebagai hepatitis non A dan non B, disebabkan oleh virus hepatitis C yang merupakan virus single stranded RNA berenvelope dari family Flaviviridae dengan diametersekitar 55 nm. Terdapat enam genotype VHC yakni genotype 1-6. Setiap genotype mempunyai subtype ditulis dengan huruf a, b dan seterusnya. Sehingga genotype VHC: 1a, 1b, 2a, 2b dan seterusnya. Jenis genotype dapat menentukan respons terapi.

.
CARA PENULARAN
Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah.Jarum atau alat tajam yang terkontaminasi.Perlengkapan pribadi yang terkena kontak oleh penderita dapat menularkan virus hepatitis C seperti sikat gigi, alt cukur, atau alat manicure.Risiko terinfeksi hepatitis c melalui hubungan seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.
Orang yang memiliki risiko tinggi penularan hepatitis C adalah:
1.
Pengguna narkotik suntik
2.
Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang menderita hepatitis C
3.
Pasien hemodialisa
4.
Petugas kesehatan
5.
Orang yang menggunakan tattoo atau menindik tubuh dengan alat yang tidak steril

.
PATOGENESIS
Target utama HVC adalah sel-sel hati, setelah berada dalam sitoplasma hati VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV dan VHB.
Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik diperlukan untuk terjadinya eleminasi menyeluruh HCV pada infeksi akut. Pada infeksi kronik reaksi CTL yang relative sangat lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi hati tetapi tidak bias menghilangkan virus maupun menghilangkan virus maupun menekan revolusi genetic HCV sehingga kerusakan sel hati berjalan terus-menerus.
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α dan TGF-β1 akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini mula-mula dalam keadaan tenang kemudian berproliferasi dan aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi.

.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis Hepatitis C dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
1.
Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri diperut kanan atas.  Urin menjadi lebih coklat.
2.
Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Icterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemas, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3.
Stadium pasca ikterik. Icterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada dewasa yaitu pada akhir bulan kedua karena penyebab biasa berbeda.
Umunya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya gejala minimal.Hanya 20-30% kasus saja yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah terjadi paparan.Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi pasien dengan infeksi hepatitis C akut, didapatkan adanya gejala malaise, mual-mual, dan icterus seperti halnya hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya. ALT meninggi sampai beberapa kali di atas batas normal tetapi tidak sampai lebih dari 1000 U/L. umumnya berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak dapat dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B, maupun C.
.
DIAGNOSIS
Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasi dengan memeriksa antibodi yang dibentuk oleh tubuh terhadap VHC bila virus ini menginfeksi pasien. Antibodi akan bertahan lama setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun pasien dapat menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun antibody terhadap VHC masih terus bertahan bertahun-tahun(18-20 tahun). Deteksi antibody terhadap VHC dilakukan dengan teknik enzyme immunoassay (EIA).Antibody terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan sensivitas mencapai 99% dan spesifitas lebih dari 90%.
Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum sehingga memberika gambaran infeksi sebenarnya. Teknik PCR dimana gen VHC digandakan oleh enzim polymerase digunakan sejak ditemukannya virus ini dan saat ini umumnya digunakan untuk menentukan adanya VHC secara kualitatif maupun menentukan jumlah virus dalam serum. Teknik ini juga digunakan untuk menentukan genotype VHC.
Untuk menetukan genotype VHC selain dengan teknik PCR juga digunakan teknik hibridasi atau dengan melakukan sequencing gen VHC. Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan penapisa darah untuk transfuse darah. Umunya unit-unit transfuse darah menggunakan deteksi anti-VHC denga EIA maupun denga cara imunokromatografi namun masih terdapat kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupun deteksi anti-VHC sudah dinyatakan negative.
Teknik nukleotida lebih senditif daripada deteksi anti-VHC karena itu di dunia saat ini telah dikembangkan teknik menggunakan real time PCR yang mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu teknologi menggunakan teknik transcription mediated amplification (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkan sensivitas deteksi VHC.

.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan umum untuk HCV adalah kombinasi interferon dan ribavirin.Interferon harus disuntikkan di bawah kulit 3 kali seminggu dan ribavirin adalah pil yang dipakai dua kali sehari. Obat ini mempunyai efek samping yang parah, termasuk gejala serupa flu, lekas marah, depresi dan rendahnya kadar sel darah merah dan sel darah putih.
Pada 2001, bentuk interferon baru yang disebut pegylated interferon disetujui untuk mengobati HCV.Jenis obat ini bertahan lama dalam darah.Hanya satu suntikan dibutuhkan dalam setiap minggu.Pegylated interferon tampaknya lebih kuat dari bentuk asli.Obat ini juga dipakai dalam kombinasi dengan ribavirin.
Pengobatan HCV biasanya berjalan selama 6-12 bulan tergantung genotype HCV. Beberapa unsur mempengaruhi keberhasilan pengobatan HCV, anda akan lebih baik menanggapi pengobatan jika yaitu:
a.
Mempunyai genotype 2 dan 3
b.
Mulai dengan viral load HCV yang lebih rendah
c.
Mulai sebelum HCV merusak hati
d.
Perempuan
e.
Di bawah usia 40 tahun
f.
Tidak minum-minuman beralkohol

.
PENCEGAHAN
Belum ada vaksin untuk HCV.Cara terbaik untuk mencegah infeksi HCV adalah menghindari terkena darah yang terinfeksi HCV misalnya tidak memakai peralatan suntiknarkoba secara bergantian.Menggunakan jarum dan alat suntik yang steril dan jangan berbagi alat seperti jarum, alat cukur, sikat gigi dan gunting kuku dimana dapat menjadi tempat potensial penyebaran virus hepatitis C.
Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya seperti tenaga kesehatan, teknisi laboratorium, dokter gigi, dokter bedah, perawat, pekerja ruang emergensi, polisi pemadam kebakaran, paramedic, tantara atau siapapun yang hidup dengan orang yang terinfeksi seharusnya sangat berhati-hati agar tidak terpapar  darah yang terkontaminasi.

KOLESISTITIS

.
Pengertian

Kolesistitis adalah reaksi inflamasi akut atau kronis dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri akibat adaya distensi kandung empedu.Biasanya disertai batu empedu yang terjepit dalam ductus cysticus.

.
Etiologi
Penyebab kolesistitis dapat meliputi :
Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemik dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah 90% adanya batu empedu.
Aliran darah yang buruk atau tidak terdapatnya kandung empedu
Metabolism kolesterol dan garam empedu yang abnormal

.
Patofisiologi

Pada kolestitis akut biasanya inflamasi dinding kandung empedu terjadi setelah terdapat batu empedu yang terjepit dalam ductus cysticus. Aliran empedu tersumbat, kandung empedu akan mengalami inflamasi dan distensi. Pertumbuhan bakteri biasanya Escherchia coli biasanya turut menimbulkan inflamasi. Edema kandung empedu (dan kadang-kadang duktus cysticus) akan menyumbat aliran empedu dan keadaan ini enimbulkan iritasi kimia pada kandung empedu. Sel-sel dalam kandung empedu akan kekurangan oksigen dan mati ketikan organ yang mengalami distensi  tersebut menekan pembuluh darah dan mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan mngelupas sehingga melekat pasa struktr kandung empedu.

 








.
Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dapat meliputi :
Nyeri abdomen akut pada kuadran kanan atas dan menjalar kepunggung
Kolik akibat lewatnya batu empedu sepanjang saluran empedu
Mual dan muntah yang dipicu oleh respon inflamasi
Demam
Menggigil yang berkaitan dengan demam
Icterus akibat obstruksi duktus koledokus oleh batu

.
Langkah Diagnosis

Foto polos abdomen tidak hanya memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Namun hanya pada 15% pasien mungkin dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak.
Pemeriksaan radiologi juga dapat membantu menunjukan sifat kandung empedu (porcelain gallbladder, yaitu kandung empedu yang mengeras dan rapuh akibat pengendapan kalsium didalam dindingnya)
USG akan mendeteksi batu empedu ukuran lebih dari 2 mm dan membedakan icterus obstruktif dari icterus nonobstruktif
Skintigrafi saluran empdu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6 Iminodiacetic. Memperlihatkan gambaran duktus koledokus tanpa gmbaran kandung empedu
Jumlah sel darah putih meninggi selama serangan kolesistitis

.
Penatalaksanaan

Penanganan kolesistitis dapat meliputi :
Kolesistektomi untuk mengangkat kandung empedu yang mengalami inflamasi lewat pembedahan
Koledokostomi untuk membuat lubang lewat pembedahan pada duktus koledokus untuk drainase
Endoskopi retrograde kolangiopancreatografi untuk mengangkat batu empedu
Litotripsi untuk menghancurkan batu empedu
Pemberian obat oral asam kenodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu
Diet rendah lemak
Pemberian antibiotic
Pemasangan pipa nasogastric selama serangan akut untuk dekompresi abdomen

.
Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu an tidak berfungsi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren dan kadang-kadang menjadi ganggreng, empyema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum.Hal ini dapat dicehag dengan pemberian antibiotic umum.



ABSES HATI PIOGENIK

.
EPIMIEDOLOGI

Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari system gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati terbagi 2 secara umum, yaitu abses hati amebic (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropic/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abses, bacterial liver absecess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess.AHP ini merupakan kasus yang relative jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400SM), dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba Histolitica yang tinggi. Sedangkan etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klabsiella pneumonia, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus mulleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella thypi, brucella melintensis, dan fungal.Pada era preantibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendicitis bersamaan dengan fileplebitis.Bakteri pathogen melalui arteri hepatica atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi intra abdominal seperti diventrikulis, peritonitis, dan infeksi post operasi.Pada saat ini, karena pemakaian antibiotic yang adekuat sehingga AHP oleh karena appencitis sudah hampir tidak ada lagi.Saat ini, terdapat penigkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari system biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu seperti kolangitis dan kolesistitis. Peningkatan insidensial AHP akibat komplikasi dari system biliaris disebabkan karena semakin tinggi umur harapan hidup dan semakin banyak orang lanjut usia yang dikenai penyakit system biliaris ini. Juga AHP disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik.
.
PATOGENESIS
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses.Abses hati dapat berbentuk soliter atau multiple.Hal ini dapat terjadi dari penyebaran homogeny maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi didalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit system biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanakuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan hati yang lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
.
MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebic. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya. Demam tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotic yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang samar-samar hingga demam tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanyapergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal.
.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diangnosis banding.Kultur darah yang memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.
Pada pemeriksaan penujang yang lain, seperti pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografi, abses merupakan daerah avaskuler. Pemeriksaan penunjang yang lain yaituabdominal CT-scan atau MRI, ultrasonografi abdominal dan biopsy hati, kesemuannya saling menunjang sehingga memliki nilai diagnostic semakin tinggi. Abdominal CT-scan memiliki sensitifitas 95-100% dan dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasonografi abdomen memiliki sensitifitas 80-90%Ultrasound-Guided Aspirate for Culture and Special Strains, dengan kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan positif 90% kasus, sedangkan gallium dan technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90%.
.
DIAGNOSIS
Meneggakan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratories serta pemeriksaan penunjang.Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinik sering dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.Tes serologi yang negative menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.
.
KOMPLIKASI
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85% rupture abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, rupture kedalam perikard atau retroperitonium.
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses.
.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotic spectrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini, adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi computer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi, atau pun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase, kadang-kadang pada AHP multiple diperlukan reseksi hati.
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotika, pada terapi awal digunakan penisilin.Selanjutnya, dikombinasi antara penisilin.Selanjutnya, direkombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratories, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitifitas aspirat abses hati. Pengobatan parenteral selama 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika terjadi obstruksi system biliaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi.

.
PROGNOSIS
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai dengan bacterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bacterial penyebab multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

Kolelithiasis

.
Definisi:
Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empeduatau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalamkandung empedu disebut kolelithiasis, sedangkan batu di dalamsaluran empedu disebut koledokolithiasis.
Ada 3 tipe batu empedu yaitu:
1.
tipe kolesterol, akibat dari gangguan hepar yang mengeksresikan kolesteroln berlebihan ke dalam empedu
2.
tipe pigmen empedu, akibat dari pros4es hemolitik atau infeksi E.Coli atau Ascaris lumbricoides de dalam empedu yang dapat merubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.
3.
tipe campuran

.
Etiologi:
Kolelithiasis lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah:
usialanjut
kegemukan (obesitas)
diet tinggilemak
faktorketurunan


.
Patogenesis.
Perubahan susunan empedu mungkin merupakanyang paling penting pada pembetukan batu empedu. Hepar penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang jenuh dengan kolesterol. Stasis empedu dalam kandung dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,perubahan susunan kimia, dan pengedapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spame sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis.  Faktor hormonal dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu, menyebabkan insiden tertingi pada tipe kolesterol.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembetukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler atau bakteri dapat berperanan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi  infeksi mungkin lebih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu daripada sebab pembentukan batu empedu.Keadaan yang berhubungan dengan batu empedu pigmen kurang luas serta mencakup hemolisis., sirosis, dan penuaan. Keadaan hemolisis menahun apapun akibat infeksi atau hemoglobinopati primer dapat menyebabkan peningkatan yang jelas dalam eksresi bilirubin ke dalam empedu, tempat ia berpresipitasi bersama kolesterol dan membentuk batu.
.
Manifestasi klinik
Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu.  Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).
Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu , maka penderita akan merasakan nyeri pascamakan subcostalis atau kuadran kanan atas kanan.. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal sebagai nyerikolik. Nyeri timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan , tetapi paling banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan. 
Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran , maka akan timbul demam , menggigil dan sakit kuning (jaundice)  atau ikterus.Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali setelah kandung empedu diangkat , nyeri ini mungkin disebabkan oleh adanya batu empedu di dalam saluran empedu utama.

E. Pemeriksaan Radiologis
1.Foto polos abdomen
Kriteria batu kandung empedu pada ultrasonografi yaitu acoustic shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu.
2.Kolesistografi
Kolesistografi tidak dapat dikerjakan bila kadar bilirubin melebihi 2mg%,pada kehamilan,dan bila ada reaksi alergi terhadap kontras.
3.Penatahan hati dengan HIDA
Metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi pada ductus cystikus misalnya karena batu.
4.Computed tomografi (CT)
CT Scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu,pelebaran saluran empedu dan koledokolithiasis.
F.Penatalaksanaan
1.Konservatif
a.Diet rendah lemak
b.Obat-obat antikolinergik/anti spasmodik
c.Analgetik
d.Antisiotik, bila disertai dengan kolesistitis.
e.Asam empedu ( asam kenodeoksilat)6,75-4,5 gr/hari
2.Kolesistektomi
Dengan kolesistektomi pasien tetap dapat hidup normal,makan seperti biasa.Umumnya dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.
G.Komplikasi
Komplikasi yang paling penting adalah kolesistitis akut dan kronik,koledokolithiasis dan pankreatitis.Yang lebih jarang ialah kolangitis,abses hati,sirosis bilier,empiema,ikterus obstruktif.
Alasan dijadikan diagnosa banding:
Alasan kami menganggap batu empedu sebagai diagnosa banding karena melihat nyeri yang ditimbulkan batu empedu merupakan keluhan utama pasien datang ke dokter sedangkan pada skenario keluhan utama pasien adalah mata dan kulit kekuning-kuningan serta insiden terbanyak dari batu empedu adalah lansia dan jarang pada dekade awal.





















                                        DAFTAR PUSTAKA

1.
Sudoyo, Aru W Dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta;InternaPublishing
2.
Kowalak, Dkk.2012. Buku Ajar patofisiologi.Jakarta;EGC
3.
Anderson sylvia price, dkk. 2005 cetakan 2012.Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...