Search This Blog

Thursday, November 22, 2018

PENANGANAN LUKA BAKAR

          Luka bakar atau combusio adalah  suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilitan api  ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan  matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah.
         
          Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud  adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan  jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. 

        Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
              Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
              Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
              Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun  ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
        

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. 
             I.      Berdasarkan kedalamannya.
1.      Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya  berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. 
2.      Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis  (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns atau  luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B  ini tampak lebih pucat, tetapi  masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari  dengan  reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
3.      Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. (Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns  memerlukan eksisi dengan skin grafting
4.      Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. 

 Berdasarkan derajat ringan luka bakar  menurut American Burn Association: 
1.      Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II  10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%
2.      Luka Bakar Sedang
a.  Luka bakar derajat  II  15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat  III < 10%
3.      Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat  II  25% atau lebih  pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II  20% atau lebih  pada anak-anak
c. Luka bakar derajat  III  10% atau  lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e.         Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. 


PENANGANAN 
1.      Prehospital
                  Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
2.      Resusitasi jalan nafas
                  Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. 

3.      Resusitasi cairan
      Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1.      Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2.      Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3.      Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh sel
4.      Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 3="" cairan="" diberikan="" jam="" kristaloid="" pertama="" sebanyak="" span="" xbbkg="">. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. 
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. 
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: 
1.                  Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2.                  Penggunaan  zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3.                  Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan  vena sentral (minimal  6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam  maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4.                  Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5.                  Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua
1.                  Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan  ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2.                  Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin 1-2 ml/kgbb/jam,berikan vasoaktif sampai 5 mg/kgBB
3.                  Pemantauan analisa gas darah, elektrolit

Penatalaksanaan setelah 48 jam
4.                  Cairan diberikan sesuai kebutuhan  maintanance
5.                  Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan hematokrit. 

No comments:

Post a Comment

Alat Tempur Anastesi

             Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...