Luka bakar atau
combusio adalah suatu bentuk kerusakan
dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi
seperti kobaran
api di tubuh (flame), jilitan
api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn) dan suhu
yang sangat rendah.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga
terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak,
bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit
dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud adalah
kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan.
Luka bakar pada kulit
bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena
panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas
pada kulit dan ketebalan kulit.
1.
Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh
air panas(scald), jilitan api ke
tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2.
Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya
disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan bidang industri,
militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang
dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang
bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4.
Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi
disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar ini sering
disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
I.
Berdasarkan
kedalamannya.
1. Luka
bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya
sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri,
hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi
kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh
sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan
terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan
parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan
atau tanpa gel lidah buaya.
2. Luka
bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka
bakar yang kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian
permukaan dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns
atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema,
nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini
mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel
rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam
jangka waltu yang lama. .
Luka bakar derajat II yang mengenai
sebagian bagian reticular dermis (deep partial thickeness) , luka bakar
ini dikenali sebagai deep partial
thickeness burns atau luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat
II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam
14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut,
keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari
hilangnya dermis.
3. Luka
bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai
seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar derajat ini
bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. (Luka
bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam,
putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka
harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns
memerlukan eksisi dengan skin
grafting.
4. Luka
bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas
hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang.
Berdasarkan
derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association:
1. Luka
Bakar Ringan
a.
Luka bakar derajat II < 5%
b.
Luka bakar derajat II 10% pada anak
c.
Luka bakar derajat II < 2%
2. Luka
Bakar Sedang
a.
Luka bakar derajat II
15-25% pada orang dewasa
b.
Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c.
Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka
Bakar Berat
a.
Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b.
Luka bakar derajat II 20% atau
lebih pada anak-anak
c.
Luka bakar derajat III 10% atau
lebih
d. Luka
bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi,
listrik, disertai trauma lain.
PENANGANAN
1.
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien
luka bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya
adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan
keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke
atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat
diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
2.
Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.
Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan
menggunakan face mask. Intubasi
bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan
jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar
lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu
agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi
dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih
dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian
dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan cara
uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa
sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu
pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas
darah serial
dan foto thorax.
3.
Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1.
Preservasi
reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler regional
sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2.
Minimalisasi dan
eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3.
Optimalisasi status
volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh sel
4.
Minimalisasi respon
inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Penatalaksanaan
dalam 24 jam pertama
Resusitasi
syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada
syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 3="" cairan="" diberikan="" jam="" kristaloid="" pertama="" sebanyak="" span="" xbbkg="">. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok.4>
Pada
resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
Metode
Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka
bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel
tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar
yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
Pemberian
cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
1.
Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam
8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada
bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera
inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2.
Penggunaan
zat vasoaktif
(dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan
dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3.
Pemantauan untuk
menilai sirkulasi sentral melalui tekanan
vena sentral (minimal 6-12cm H20)
sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat
resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka
jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4.
Pemeriksaan fungsi
renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5.
Pemantauan sirkulasi
splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lambung melaui pipa
nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada
gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.
Penatalaksanaan 24
jam kedua
1.
Pemberian cairan
yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat
diberikan adalah glukosa
5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema
interstisial.
2.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin 1-2 ml/kgbb/jam,berikan vasoaktif sampai 5 mg/kgBB
3.
Pemantauan analisa
gas darah, elektrolit
Penatalaksanaan
setelah 48 jam
4.
Cairan diberikan
sesuai kebutuhan maintanance
5.
Pemantauan
sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit.
No comments:
Post a Comment