Search This Blog

Thursday, November 22, 2018

PENANGANAN LUKA BAKAR

          Luka bakar atau combusio adalah  suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilitan api  ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan  matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah.
         
          Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip yang dimaksud  adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan  jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. 

        Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
              Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
              Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
              Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun  ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
        

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. 
             I.      Berdasarkan kedalamannya.
1.      Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya  berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. 
2.      Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis  (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep partial thickeness burns atau  luka bakar derajat II B. Luka bakar derajat II B  ini tampak lebih pucat, tetapi  masih nyeri jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari  dengan  reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
3.      Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. (Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns  memerlukan eksisi dengan skin grafting
4.      Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. 

 Berdasarkan derajat ringan luka bakar  menurut American Burn Association: 
1.      Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II  10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%
2.      Luka Bakar Sedang
a.  Luka bakar derajat  II  15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat  III < 10%
3.      Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat  II  25% atau lebih  pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II  20% atau lebih  pada anak-anak
c. Luka bakar derajat  III  10% atau  lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
e.         Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. 


PENANGANAN 
1.      Prehospital
                  Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
2.      Resusitasi jalan nafas
                  Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax. 

3.      Resusitasi cairan
      Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1.      Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2.      Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3.      Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh sel
4.      Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 3="" cairan="" diberikan="" jam="" kristaloid="" pertama="" sebanyak="" span="" xbbkg="">. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. 
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. 
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: 
1.                  Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2.                  Penggunaan  zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3.                  Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan  vena sentral (minimal  6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam  maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4.                  Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5.                  Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua
1.                  Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan  ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2.                  Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin 1-2 ml/kgbb/jam,berikan vasoaktif sampai 5 mg/kgBB
3.                  Pemantauan analisa gas darah, elektrolit

Penatalaksanaan setelah 48 jam
4.                  Cairan diberikan sesuai kebutuhan  maintanance
5.                  Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan hematokrit. 

Sunday, November 18, 2018

PERIODIK PARALISIS

        Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Periodik Paralisis dapat merupakan penyakit bawaan (primer) atau disebabkan penyakit lain (sekunder).
      
        Periodik Paralisis didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan kelainan elektrolit atau ion terutama ion kalium pada sel-sel otot sehingga menimbulkan gejala tubuh atau anggota badan seperti tungkai tiba-tiba lemas atau lumpuh yang gejalanya dapat muncul berulang kali.

Dikenal 3 macam bentuk klasik periodik paralisis, berdasarkan variasi kadar kalium serum  yaitu:
  • Periodik paralisis hipokalemik : kadar kalium yang rendah yaitu < 3.5 mmol/L pada saat serangan
  • Periodik paralisis hiperkalemik : kadar kalium normal 3.5 mmol/L smpai 5 mmol/L pada saat serangan
  • Periodik paralisis normokalemik : kadar kalium yang tinggi yaitu > 5 mmol/L pada saat serangan 
         Angka kejadian Periodik paralisis adalah sekitar 1 diantara 100.000. lebih sering mengenai pria dibandingan wanita. Usia  terjadinya serangan pertama bervariasi dari umur 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Bentuk periodik paralisis yang paling sering terjadi adalah Hipokalemi periodik paralisis sedangkan frekuensi hiperkalemik dan normokalemik belum dapat dipastikan.
         Penyebab pasti terjadinya periodik paralisis masih belum dapat dipastikan namun diduga penyebabnya adalah pergeseran intraseluler dari kalium dihubungkan dengan mutasi gen yang mengkode ion channel pada membran otot.


Faktor resiko Periodik paralisis :
  • Hipokalemi : 
  1. Makanan dengan kadar karbohidrat tinggi misalnya makan mie campur nasi.
  2. Istirahat sesudah latihan fisik berat 
  3. Perjalanan Jauh
  4. Pemberian Obat
  5. Operasi
  6. Faktor Stress
  7. Konsumsi Alkohol
  • Normokalemi : 
          Belum diketahui , dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl
  • Hiperkalemi : 
  1. Lapar
  2. Istirahat setelah terkena dingin atau setelah latihan
  3. Asupan kalium yang berlebihan
  4. Infeksi
  5. Kehamilan
  6. Anestesi

Gejala :
  1. Kelumpuhan ke empat anggota gerak yang bersifat flaksid (lemas)
  2. Sakit pada otot
  3. Restless Legs Syndrome ( kelainan neurologi yang mempengaruhi sensasi dan gerakan tungkai, sehingga menyebabkan perasaan tidak dapat menahan keinginan untuk menggerakkan tungkai (kadang-kadang lengan) yang disertai rasa tidak nyaman (seperti kesemutan, pegalmhingga nyeri)).
  4. Perasaan lelah
  5. Tekanan darah dapat meningkat
  6. Gangguan toleransi glukosa
  7. Gangguan metabolisme protein
  8. Poluria dan Polidipsia

Pemeriksaan Penunjang :
  • Pemeriksaan Elektrolit darah : kadar K dalam serum
  • Urinalisis
  • Analisis gas darah
  • EKG (Elektrokardiografi)

Penanganannya :

1. Hipokalemia
  • Hindari kegiatan fisik berlebihan
  • Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium
  • Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.
  • Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
  • Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada pemberian secara intravena.
  • Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.
  • Acetazolamide untuk mencegah serangan.

2. Hiperkalemi
  • Mengatasi hiperkalemia ada membrane dengan cara pemberian kalsium (IV) untuk serangan akut : kalsium glukonate (1-2 g)-Γ  IV. Jika tidak berhasil setelah beberapa menit berikan glukosa (IV) atau glukosa dan insulin dan hydrochlorothiazide (untuk menurunkan kadar kalium dalam darah).
  • Memacu masuknya kembalikalium dari ekstrasel ke interasel:
    -Pemberian insulin 10 unit dalam glkosa 40%, 50 ml (IV), lalu diikuti peberian dextrose 5 % untuk cegah hipoglikemia
    -Pemberian natrium bikarbonat (50 meq/ IV) yang akan meningkatkan PH sistemik merangsang ion H ke luar dar intrasel, yang selanjutnya aka digantkkan oleh ion K
    -Pemberan alpha 2 agonis yang akan merangsang pompa NaK-ATP ase s, kalim masuk ke dalam sel (albuterol, 10-20 mg)
    • Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh:
    -Diuretic: hydrochlorothiazide (about 0.5g daily), untuk menjaga agar kalium serum K di bawah 5 meq/L (tapi hati-hati penggunaannya, jangan sampai menyebabkan hipokalemia)
    -Hemodialisa



    Prognosis :
    1. Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenital
    • Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya tidak mengganggu pekerjaan.
    • Myotonia bisa memerlukan pengobatan
    • Harapan hidup tidak diketahui.ž
    2. Hipokalemik periodik paralisis 
    • Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas
    • Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi





    Saturday, November 17, 2018

    SEPUTAR MIMISAN

           Mimisan atau dalam bahasa kedokteran disebu epistaksis adalah keluarnya darah atau perdarahan pada hidung.
    Penyebab keluarnya darah dari hidung dapat disebabkan karena :
    1. Trauma baik itu ringan seperti mengorek hidung, mengeluarkan ingus terlalu kuat, sampai yang berat seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas
    2. Infeksi seperti pada orang yang menderita penyakit rinitis atau sinusitis
    3. Neoplasma (tumor) pada penderita hemangioma, karsinoma, angiofibroma
    4. Kelainan Kongenital atau kelainan bawaan sejak lahir seperti telangiektasis hemoragik herediter, Osler's disease
    5. Kardiovaskuler atau gangguan jantung seperti hipertensi, arteriosklerosis
    6. Kelainan darah : trombositopenia, hemofilia, leukemia, purpura Henoch Schonlein
    7. Perubahan tekanan : Caisson's Disease
    8. Benda asing dalam hidung

    Epistaksis di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
    1. Epistaksis Anterior
        Sumber  perdarahan berasal dari Pleksus Kiesselbach (Little Area). pleksus Kiesselbach merupakan anastomosis dari a.etmoidalis anterior, a.stenopalatina, a.lobaris superior, a.palatina mayor.
    biasanya ini bersifat ringan, sering berulang, dan dapat sembuh sendiri
    2.  Epistaksis Posterior
            Sumber perdarahannya biasanya berasal dari a.stenopalatina atau a.etmoidalis posterior.
    perdarahannya lebih hebat dan jarang berhenti sendiri. 
    epistaksis posterior dicuragai bila : 
    - sebagian besar perdarahan terjadi ke dalam faring (tenggorokan)
    - suatu tampon anterior gagal mengontrol perdarahan
    - pada pemeriksaan hidung tampak letak perdarahan terletak posterior

    Perbedaan antara perdarahan anterior dan posterior
                                      Perdarahan Anterior                                           Perdaran Posterior
    Insiden :                             Sering                                                Jarang dibandingkan anterior
    Lokasi :                Berasal dari Little's Area                                      Berasal dari bagian
                                    atau bagian anterior                                      posterosuperior dari rongga
                                        dinding lateral                                                          hidung
    Usia :                    Kebanyakan pada anak                                            Usia > 40 tahun
                                     atau dewasa muda
    Penyebab :           Kebanyakan karena trauma                           Spontan, biasanya karena hipertensi                                                                                                                    atau arterioklerosis
    Perdarahan :         Biasanya ringan, dapat dikontrol                     Perdarahan berat, dapat dikontrol
                                  dengan penekanan lokal atau                               dengan tampon posterior
                                           tampon anterior
         
    Penanganan Mimisan :
    1. Perbaiki Keadaan Umum : pasang infus, bersihkan sumbatan jalan napas.
    2. Cari sumber perdarahan : pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah ditetesi dengan adrenalin 1/5.000 -1/10.000 dan lidocain 2 %. Masukkan tampon ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. tampon dibiarkan selama 10-15 menit.
    3. Menghentikan Perdarahan : 
    Perdarahan Anterior:
    • Pada perdarahan ringan dapat dilakukan kompres hidung dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk selama 10-15 menit. Hal ini akan membantu menekan pembuluh darah pada little's area.
    • Kaustik pada daerah perdarahan dengan menggunakan Nitrat Argenti 25-30%. Setelah itu area tersebut diberikan krim antibiotik.
    • Bila dengan cara tersebut perdarahan terus berlangsung maka perlu dilakukan pemasangan Tampon Anterior yang terbuat dari kapas atau kasa yang diberikan pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas bertujuan agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Cara memasang tampon anterior : tampon dimasukkan ke dalam rongga hidung sebanyak 2-4 buah dan disusun teratur dan harus dapat menekan daerah asal perdarahan. tampon dipertahankan selam 2x24 jam.  
    Perdarahan Posterior : Pemasangan Tampon Bellocq

    Tuesday, November 13, 2018

    REFERAT CARCINOMA MAMMAE



    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular. Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang.

    Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit. Menurut hasil  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4  (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari 4,5% menjadi 4,6%.

     Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita, hanya saja prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006 di Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720 kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus kematian pada pria.

     Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan ke dua setelah kanker leher rahim. Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker. Pada umumnya tumor pada payudara bermula dari sel epitelial, sehingga kebanyakan kanker payudara dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan tumor epitelial). Sedangkan sarkoma, yaitu keganasan yang berasal dari jaringan penghubung, jarang dijumpai pada payudara.

    Lebih dari 80% kasus yang ditemukan di Indonesia berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    1.      PAYUDARA NORMAL

     Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak ventral yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan costae atau intercostae kelima sampai keenam. 

    Payudara diinervasi atau diperdarahi oleh cabang:

    1.      Arteri mammaria interna mendarahi tepi medial.

    2.      Arteri thorakalis lateralis (mammaria eksterna) mendarahi bagian lateral.

    3.      Arteri thorako-akromialis  mendarahi bagian dalam.

    4.      Arteri thorako-dorsalis  mendarahi M. latissimus dorsi dan M. serratus magnus.

    Sistem pembuluh vena meliputi Vena interkostalis dari spatium intercosta 2 sampai 6 untuk memasuki v.vertebralis di posterior. Vena interkostalis juga bisa memasuki Vena azygos yang bermuara ke dalam Vena cava superior. Vena aksilaris menerima darah dari bagian superior dan lateral payudara. Aliran vena mengikuti sistem arteri.

    Aliran limfe dari payudara dibagi menjadi 3, yaitu dari kulit payudara yang mengalir ke Lnn.supraclavicula, Lnn.mammaria interna, dan Lnn.pektoralis, dari papilla dan areola mengalir ke plexus subareola, dan dari jaringan payudara yang mengalir ke plexus pektoralis.

    Aliran kelenjar limfe dari payudara kurang lebih 75 % ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial, dan ada pula aliran ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat kira-kira 50 buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brachialis. Saluran limfe dari seluruh payudara mengalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fosa supraklavikular.

    Persarafan kulit payudara disarafi oleh cabang pleksus servikalis dan nervus intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri disarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni n.intercostobrachialis dan n.cutaneus brachius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut.

    Histologi

    Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol. Adapun gambaran histologi payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar 3 dan 4. 

    Fisiologi payudara

    Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.

    Patologi

    Pada dasarnya kelainan patologi payudara dapat digolongkan menjadi empat golongan besar yaitu kelainan kongenital, infeksi, kelainan akibat ketidakseimbangan hormonal, dan neoplasma.

    Kelainan kongenital tidak diketahui dengan pasti etiologinya, tetapi segala sesuatu yang bersifat menimbulkan kegagalan secara total maupun parsial perkembangan somatik payudara akan berakibat kurang atau gagalnya pembentukan komponen payudara. Kelainan kongenital dapat berupa agenesis, hipoplasia dan hipotrofi, polythelia atau jumlah puting susu yang berlebihan, polymastia atau terdapat lebih dari sepasang payudara, dan lain–lain.

    Kelainan payudara akibat ketidakseimbangan hormon terutama hormon estrogen disebut hyperestrenisme. Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan pertumbuhan dan komponen jaringan payudara yang disebut mammary dysplasia pada wanita dan gynecomastia pada pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak teratur baik letak maupun ukurannya dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat ekstralobular akan didapatkan fibrokistik payudara.

    Lesi jinak pada wanita terbanyak adalah fibroadenoma yang terjadi pada rentang usia 20–55 tahun. Sedangkan lesi ganas terbanyak adalah karsinoma duktal invasif dengan prevalensi pada umur lebih dari 45 tahun dan pada masa menopause. Sebagian besar lesi mamma terdiri dari satu atau lebih benjolan yang bentuk dan ukuran sangat bervariasi. Benjolan ini dapat berbatas tegas maupun tidak, nodul tunggal atau multipel, lunak atau keras, dapat digerakkan dari dasarnya atau tidak. Hal ini yang dapat membantu membedakan lesi jinak atau lesi ganas pada payudara.

    2.      DEFINISI

    Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenkim. Kanker dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara. Penyakit ini oleh WHO (Word Health Organization) dimasukkan ke dalam ICD (International Classification of Diseases) dengan kode nomor 17.2

    3.      EPIDEMIOLOGI

    Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum di Amerika Serikat lebih dari 160,000 wanita mengalami kanker ini setiap tahun, dan 40.000 perempuan meninggal setiap tahun karena keganasan ini. Kira-kira 1 dari 9 wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker payudara, walaupun 1% kasus terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan meningkat pesat saat menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun ke atas, dan memiliki kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade kehidupan mereka.

    Kanker payudara adalah penyakit dominan peradaban Barat. Ini adalah kanker paling umum pada wanita dan penyebab kematian paling umum pada perempuan antara usia 35 dan 55. Di Inggris setiap tahun, lebih 24.000 kasus baru yang didiagnosis dan 30.000 perempuan kondisi meninggal. Kanker payudara sangat jarang terjadi sebelum usia 25.

                               



    4.      ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

    Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki beberapa faktor risiko tersebut.  Beberapa faktor risiko tersebut :

             Umur :

    Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.

             Riwayat kanker payudara :

    Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang lainnya.

             Riwayat Keluarga :

    Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.

             Perubahan payudara tertentu :

    Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti  atypical  hyperplasia dan  lobular carcinoma in situ [LCIS].

             Perubahan Genetik :

    Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, antara lain  BRCA1,  BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and  BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.

             Riwayat reproduksi dan menstruasi :

    Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan  menopausal hormone therapymemakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.

             Ras :

    Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.

             Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :

    Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan meningkat di kemudian hari.

             Kepadatan jaringan payudara :

    Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.

             Overweight atau Obese setelah menopause:

    Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang.

             Kurangnya aktivitas fisik :

    Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnyakurang, risiko untuk menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.

             Diet :

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

    5.      PATOFISIOLOGI

       Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah.

    Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.

    1. Fase inisiasi

    Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.

    1. Fase promosi

    Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).



    6.      KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA

    1)      Non invasive carcinoma

    a)      Ductal carcinoma in situ

    Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.

    DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.

    DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

       

    b)      Lobular carcinoma in situ

    Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.

              

    2)      Invasive carcinoma

    I.       Paget’s disease dari papilla mammae

    Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker invasif.

    II.    Invasive ductal carcinoma

    a.       Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)  (80%)

    Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.

    b.      Medullary carcinoma (4%)

    Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.

    c.       Mucinous (colloid) carcinoma (2%)

    Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.

    d.      Papillary carcinoma (2%)

    Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.

    e.       Tubular carcinoma (2%)

    Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.

    III. Invasive lobular carcinoma (10%)

    Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sehingga sulit untuk dideteksi.

    IV. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

    Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada semua pasien 1
    Location
    Lobular (%)
    Ductal (%)
    Combination (%)
    Nipple
    2.2
    1.7
    1.9
    Central
    6.0
    5.3
    6.1
    Upper inner
    7.3
    9.2
    8.3
    Lower inner
    3.8
    4.7
    3.9
    Upper outer
    37.0
    36.9
    37.1
    Lower outer
    5.8
    6.4
    5.7
    Axillary tail
    0.8
    0.8
    0.6
    Overlapping*
    18.6
    18.2
    19.9
    NOS (not otherwise specified)
    18.6
    16.8
    16.5
    *Lesions overlap between two quadrants within the breast.

    Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer

    2.6. Staging 6





    7.      STAGING

    Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen, USG, dan bila memungkinkan dengan CT scanscintigrafi, dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari World Health Organization)/AJCC (American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons). TNM merupakan singkatan dari "T" yaitu tumor size atau ukuran tumor, "N" yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan "M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA).



    Pada kanker payudara, penilaian TNM sebagai berikut:

    T (tumor size), ukuran tumor:

    T 0: tidak ditemukan tumor primer

    T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

    T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

    T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm

    T 4: ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama



    N (node), kelenjar getah bening regional:

    N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla

    N 1: ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan

    N 2: ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan

    N 3: ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum



    M (metastasis), penyebaran jauh:

    M x: metastasis jauh belum dapat dinilai

    M 0: tidak terdapat metastasis jauh

    M 1: terdapat metastasis jauh



    Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

    Stadium 0: Tis N0 M0

    Stadium 1: T1 N0 M0

    Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0

    Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0

    Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T2 N2 M0

    Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0

    Stadium III C: Tiap T N3 M0

    Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1



    Kanker payudara mempunyai 4 stadium, yaitu:

    a)      Stadium I

    Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara dan tidak terfiksasi pada kulit dan otot pektoralis.


    b)      Stadium IIa

    Tumor yang berdiameter kurang 2 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.


    c)      Stadium IIb

    Tumor yang berdiameter kurang 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter lebih 5 cm tanpa keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.



    d)     Stadium IIIa

    Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) tanpa penyebaran jauh.



    e)      Stadium IIIb

    Tumor yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan terdapat penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan keterlibatan limfonodus (LN) supraklavikula atau metastasis ke infraklavikula atau menginfiltrasi / menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan edema pada tangan. Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan bisa juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh



    f)       Stadium IIIc

    Ukuran tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral




    g)      Stadium IV

    Tumor yang mengalami metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk.




    8.      GEJALA

    Gejala yang yang paling sering meliputi  :

    1)      Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya

    a.                        Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak

    b.                        Puting susu terasa mengeras

    2)      Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya

    a.            Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara

    b.           Puting susu tertarik ke dalam payudara

    c.            Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

    3)      Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

    Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.

    Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.

    9.      DIAGNOSIS

    a.      Inspeksi

    Inpeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau putting susu, dan eritem 

    b.      Palpasi

    Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.



    c.        Pemeriksaan penunjang

    a)      Mammografi

    Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.

    Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar. Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.



    b)      Ultrasonografi (USG)

    Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batasyang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.



    c)       Magnetic Resonance Imaging (MRI)

    Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.

    MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.



    d.       Biopsi

    Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitology FNA adalah negatif, kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil negatif.

    Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.

    Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy.Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.



    e.       Biomarker

    Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma.

    Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.



    10.   SKRINING

    Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society:

    ΓΌ  Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.

    ΓΌ  Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.

    ΓΌ  Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.

    ΓΌ  Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun.

    ΓΌ  Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.

    ΓΌ  Wanita yang risiko rendah (<15 b="" mri="" pemeriksaan="" periodik="" perlu="" tahun.="" tiap="" tidak="">

    ΓΌ  Wanita termasuk risiko tinggi bila :

    -       mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2

    -       mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik

    -       mempunyai risiko kanker≥ 20 -25% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga

    -       pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun

    -       mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.

    ΓΌ  Wanita dengan risiko sedang bila :

    -       mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga

    -       mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)

    -       mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan mammogram

    11.  PENATALAKSANAAN

    Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.



    A.    Terapi secara pembedahan



    a.      Mastektomi partial (breast conservation)

    Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla.Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II.Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan.Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae.Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

    Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.



    b.       Modified Radical Mastectomy

    Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subcalvia.

    Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi.



    B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)

    a.      Radioterapi

    Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.

    Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.



    b.      Kemoterapi

    a)      Kemoterapi adjuvan

    Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.

    Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.

    Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi.



    b)       Neoadjuvant chemotherapy

    Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.

    Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi.



    c.       Terapi anti-estrogen

    Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.

    Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.



    d.      Terapi antibodi anti-HER2/neu

    Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.



    12.  PROGNOSIS

    Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.

    13.  PENCEGAHAN

    Menurut Tapan (2005) pencegahan kanker payudara bisa dilakukan dengan melakukan pola hidup sehat dan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan cara: melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) sejak usia 20 tahun, pemeriksaan berkala oleh dokter setiap 2-3 tahun pada usia 20-35 tahun, mamografi dilakukan sekali pada usia 35-40 tahun, pada usia 40-49 tahun dilakukan 1 atau 2 kali, pada usia 50 tahun dan seterusnya, dilakukan setahun sekali. Pola hidup sehat mencegah kanker payudara menurut Tapan, 2005 antara lain: membatasi konsumsi alkohol, hindari kebiasaan merokok, makan seimbang dan olahraga teratur, lingkungan hidup dan pekerjaan yang sehat.

    Pada pencegahan kanker payudara untuk deteksi dini Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) akan dibahas lebih lanjut pada sub bab berikut ini.

    A.  SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)

    Menurut Depkes RI (2009) pengertian SADARI adalah pemeriksaan payudara yang dilakukan sendiri dengan belajar melihat dan memeriksa payudaranya sendiri setiap bulan. Dengan melakukan pemeriksaan secara teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini walaupun masih berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati.

    Pemeriksaan payudara sendiri dapat mengajarkan perempuan untuk merasakan dan mengetahui payudara yang normal. Bentuk dan kepadatan payudara bisa berubah-ubah seiring berjalannya waktu terutama pada waktu haid. Pemeriksaan payudara sendiri juga bermanfaat untuk pencegahan atau deteksi dini kanker payudara.

    Menurut Otto (2003) pemeriksan payudara sendiri sebaiknya dilakukan pada hari ke 7-10 yang dihitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara tidak mengeras dan nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan dengan memilih tanggal yang sama setiap bulannya (misalnya setiap tanggal 1 atau tanggal lahirnya). Pemeriksaan payudara sendiri bisa dilakukan setiap saat yang penting adalah kesadaran untuk memeriksa bagian-bagian payudara yang mungkin dijumpai suatu benjolan yang tidak lazim. Pemeriksaan payudara sendiri tidak lebih dari 2-3 menit.

    Langkah-langkah SADARI

    Dalam melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri selain harus dilakukan secara rutin, kita juga harus melakukan dengan langkah-langkah yang benar agar pemeriksaan dapat menghasilkan hasil yang tepat. Oleh karena itu maka dibawah ini merupakan langkah-langkah Pemeriksaan Payudara Sendiri menurut Yayasan Kanker Indonesia, 2013, yaitu.

    1. Perhatikan dengan teliti payudara Anda di muka cermin (tanpa berpakaian), dengan kedua lengan lurus ke bawah.

    2. Amati dengan teliti dan perhatikan bila ada benjolan atau perubahan bentuk pada payudara sebab Anda sendirilah yang lebih mengenal tubuh Anda.

    3. Angkat kedua lengan lurus ke atas dan ulangi pemeriksaan seperti di atas.







    Dengan kedua siku mengarah ke samping, tekanlah telapak tangan Anda yang satu pada yang lain secara kuat. Cara ini akan menegangkan otot-otot dada Anda sehingga perubahan-perubahan seperti cekungan (dekok) dan benjolan akan lebih terlihat.



    Pencetlah pelan-pelan daerah di sekitar puting kedua payudara Anda, dan amati apakah keluar cairan yang tidak normal (tidak biasa)





    1. Berbaringlah dengan tangan kanan di bawah kepala dan letakkan bantal kecil di bawah punggung kanan.

    2. Rabalah seluruh permukaan payudara kanan dengan tangan kiri sampai ke daerah ketiak. Perhatikanlah bila ada benjolan yang mencurigakan. Lakukan perabaan yang sama untuk payudara kiri.



    1. Raba payudara dengan tiga ujung jari tengah yang dirapatkan.






    2. Lakukan gerakan memutar dengan tekanan lembut tetapi mantap, dimulai dari pinggir dengan mengikuti arah putaran jarum jam.




    Berilah perhatian khusus pada bagian-bagian yang diberi warna merah seperti ditunjukkan pada gambar di atas, sebab disitu sering ditemukan tumor payudara.





    Bila telah melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri secara benar dan rutin maka kita pasti akan mengenal bagian payudara sendiri dan mengenali perubahan yang terjadi pada payudara kita sendiri. Oleh karena itu dibawah ini merupakan gambaran dari payudara normal dan yang tidak normal.

    Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Payudara Normal Dan Tidak Normal

    Payudara normal
    Payudara tidak normal

    1) Tidak ada penambahan ukuran payudara dari biasanya
    2) Kedua payudara sama besar (simetris)
    3) Puting tidak mengeluarkan cairan seperti darah atau susu
    4) Tidak ada benjolan pada kedua payudara
    5) Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan ketiak atau leher.
    6) Tidak ada pembengkakan pada lengan bagian atas.


    1) Penambahan ukuran/besar yang tidak biasa pada payudara.
    2) Salah satu payudara menggantung lebih rendah dari biasanya.
    3) Cekungan atau lipatan pada puting.
    4) Perubahan penampilan puting payudara.
    5) Keluar cairan seperti susu atau darah dari salah satu puting.
    6) Adanya benjolan pada payudara.
    7) Pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan ketiak atau leher.
    8) Pembengkakan pada lengan bagian atas


    Jika pada saat melakukan “SADARI” ditemukan benjolan atau perubahan pada payudara (dibandingkan dengan keadaan pada bulan sebelumnya), maka segera periksakan diri ke dokter karena benjolan itu mungkin suatu tumor ganas

    Alat Tempur Anastesi

                 Inilah Beberapa alat-alat dan obat-obatan yang digunakan di bidang anastesi.  1. Cairan   Kristaloid Koloid ...