BAB
I
PENDAHULUAN
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan
kematian pada manusia. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab
kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular. Diperkirakan,
kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di
antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9
juta di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang
berkembang.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun
ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta
perubahan pola penyakit. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 1992, kanker menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab
utama kematian di Indonesia. Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung
meningkat dari 3,4 (SKRT 1980) menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992),
dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI 1995 menunjukkan bahwa proporsi
kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan dari
4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita yang dirawat inap
juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994, dari
4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai
prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita,
hanya saja prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun
2006 di Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan
1.720 kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460
kasus kematian pada pria.
Di Indonesia, kanker payudara
menempati urutan ke dua setelah kanker leher rahim. Kejadian kanker payudara di
Indonesia sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker. Pada umumnya tumor pada
payudara bermula dari sel epitelial, sehingga kebanyakan kanker payudara
dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan tumor epitelial). Sedangkan sarkoma,
yaitu keganasan yang berasal dari jaringan penghubung, jarang dijumpai pada
payudara.
Lebih dari 80%
kasus yang ditemukan di Indonesia berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya
pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.
PAYUDARA
NORMAL
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis
jaringan yaitu jaringan kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar
meliputi lobus dan duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak
dan jaringan ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak
ventral yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan costae
atau intercostae kelima sampai keenam.
Payudara diinervasi atau diperdarahi oleh cabang:
1. Arteri mammaria interna mendarahi tepi
medial.
2. Arteri thorakalis lateralis (mammaria
eksterna) mendarahi bagian lateral.
3. Arteri thorako-akromialis mendarahi bagian dalam.
4. Arteri thorako-dorsalis mendarahi M. latissimus dorsi dan M. serratus
magnus.
Sistem pembuluh vena meliputi Vena
interkostalis dari spatium intercosta 2 sampai 6 untuk memasuki v.vertebralis
di posterior. Vena interkostalis juga bisa memasuki Vena azygos yang bermuara
ke dalam Vena cava superior. Vena aksilaris menerima darah dari bagian superior
dan lateral payudara. Aliran vena mengikuti sistem arteri.
Aliran limfe dari payudara dibagi menjadi
3, yaitu dari kulit payudara yang mengalir ke Lnn.supraclavicula, Lnn.mammaria
interna, dan Lnn.pektoralis, dari papilla dan areola mengalir ke plexus
subareola, dan dari jaringan payudara yang mengalir ke plexus pektoralis.
Aliran kelenjar limfe dari payudara kurang
lebih 75 % ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari
bagian yang sentral dan medial, dan ada pula aliran ke kelenjar
interpektoralis. Pada aksila terdapat kira-kira 50 buah kelenjar getah bening
yang berada di sepanjang arteri dan vena brachialis. Saluran limfe dari seluruh
payudara mengalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila,
kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang
berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fosa
supraklavikular.
Persarafan kulit payudara disarafi oleh
cabang pleksus servikalis dan nervus intercostalis. Jaringan kelenjar payudara
sendiri disarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu
diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni
n.intercostobrachialis dan n.cutaneus brachius medialis yang mengurus
sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila,
saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di
daerah tersebut.
Histologi
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus
kelenjar tubuloalveolar yang dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris.
Setiap lobus akan bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus.
Dalam lobus payudara terdapat lobulus–lobulus yang terdiri dari duktus
intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada
bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis
mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol. Adapun gambaran
histologi payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar 3 dan 4.
Fisiologi
payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi
hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas
pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan
kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang
nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi
tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin
dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena
kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara
menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi,
dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu
laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian
dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
Patologi
Pada dasarnya kelainan patologi payudara
dapat digolongkan menjadi empat golongan besar yaitu kelainan kongenital,
infeksi, kelainan akibat ketidakseimbangan hormonal, dan neoplasma.
Kelainan kongenital tidak diketahui
dengan pasti etiologinya, tetapi segala sesuatu yang bersifat menimbulkan
kegagalan secara total maupun parsial perkembangan somatik payudara akan
berakibat kurang atau gagalnya pembentukan komponen payudara. Kelainan
kongenital dapat berupa agenesis, hipoplasia dan hipotrofi, polythelia atau
jumlah puting susu yang berlebihan, polymastia atau terdapat lebih dari
sepasang payudara, dan lain–lain.
Kelainan payudara akibat
ketidakseimbangan hormon terutama hormon estrogen disebut hyperestrenisme.
Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan pertumbuhan dan komponen jaringan
payudara yang disebut mammary dysplasia pada wanita dan gynecomastia pada
pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak teratur baik letak maupun ukurannya
dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat ekstralobular akan didapatkan
fibrokistik payudara.
Lesi jinak pada wanita terbanyak adalah fibroadenoma yang
terjadi pada rentang usia 20–55 tahun. Sedangkan lesi ganas terbanyak adalah karsinoma
duktal invasif dengan prevalensi pada umur lebih dari 45 tahun dan pada
masa menopause. Sebagian besar lesi mamma terdiri dari satu atau lebih benjolan
yang bentuk dan ukuran sangat bervariasi. Benjolan ini dapat berbatas tegas
maupun tidak, nodul tunggal atau multipel, lunak atau keras, dapat digerakkan
dari dasarnya atau tidak. Hal ini yang dapat membantu
membedakan lesi jinak atau lesi ganas pada payudara.
2.
DEFINISI
Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan
sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenkim. Kanker
dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun
jaringan ikat pada payudara. Penyakit ini oleh WHO (Word Health
Organization) dimasukkan ke dalam ICD (International Classification of Diseases) dengan kode nomor
17.2
3.
EPIDEMIOLOGI
Kanker payudara adalah salah satu kanker
paling umum di Amerika Serikat lebih dari 160,000 wanita mengalami kanker ini
setiap tahun, dan 40.000 perempuan meninggal setiap tahun karena keganasan ini.
Kira-kira 1 dari 9 wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker payudara,
walaupun 1% kasus terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan
meningkat pesat saat menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun
ke atas, dan memiliki kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade
kehidupan mereka.
Kanker payudara adalah penyakit dominan peradaban Barat. Ini
adalah kanker paling umum pada wanita dan penyebab kematian paling umum pada
perempuan antara usia 35 dan 55. Di Inggris setiap tahun, lebih 24.000 kasus
baru yang didiagnosis dan 30.000 perempuan kondisi meninggal. Kanker payudara
sangat jarang terjadi sebelum usia 25.
4.
ETIOLOGI
DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi pasti dari kanker
payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan
faktor risiko tertentu lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara
dibandingkan yang tidak memiliki beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut :
•
Umur :
Kemungkinan untuk menjadi
kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita.
Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas.
Kanker jarang timbul sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause
atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat
tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival
rates-nya lebih rendah.
•
Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah
mempunyai kanker pada satu payudara mempunyai risiko untuk berkembang menjadi
kanker pada payudara yang lainnya.
•
Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker
lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki
kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker
payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat
kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker
payudara.
•
Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai
sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal pada pemeriksaan
mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal
tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ [LCIS].
•
Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen
tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan
beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk
tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive
ductal carcinoma,poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor
hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang
lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor
hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko
kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
•
Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen
berhubungan dengan peningkatan risiko untuk berkembangnya kanker payudara,
sedangkan berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa
faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche dini
(sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang
terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan risiko kanker.
Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir kehamilan akan
memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur seorang wanita melahirkan
anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapymemakai
estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
•
Ras :
Kanker payudara lebih sering
terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia,
or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
industrialisasi.
•
Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah
dada :
Wanita yang mendapat terapi
radiasi di daerah dada (termasuk payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk
berkembangnya kanker payudara akan meningkat di kemudian hari.
•
Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat
ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan
payudara yang lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
•
Overweight atau
Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan
kanker payudara setelah menopause meningkat pada wanita yang overweight
atau obese, karena sumber estrogen utama pada wanita postmenopause
berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan
paparan estrogen jangka panjang.
•
Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik
sepanjang hidupnyakurang, risiko untuk menjadi kanker payudara meningkat.
Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi peningkatan berat badan dan
obesitas.
•
Diet :
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker
payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol
serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan
meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.
5. PATOFISIOLOGI
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel
dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia
sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut
menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7
tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk
dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira
seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae
bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga
melalui saluran limfe dan aliran darah.
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
- Fase inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa
bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar
matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu
karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut
promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan
gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.
- Fase promosi
Pada tahap promosi, suatu
sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum
melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu
diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang
peka dan suatu karsinogen).
6. KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA
1) Non
invasive carcinoma
a) Ductal
carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal
cancer, merujuk pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan
belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel
kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat
dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan
(clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala
kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak.
Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi.
Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan
potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis,
sering bersifat progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang
lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
b) Lobular
carcinoma in situ
Meskipun
sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe kanker
payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi
tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer
Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25%
munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal
carcinoma) sepanjang hidupnya.
2) Invasive
carcinoma
I. Paget’s disease
dari papilla mammae
Paget’s
disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae,
dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan
mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan
menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel.
Terapi pembedahan untuk Paget's disease
meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya
kanker invasif.
II. Invasive
ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive
fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan
sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker ini mengadakan
metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya
terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada
potongan meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian
tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling
jaringan payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan
gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma
(4%)
Medullary carcinoma adalah
tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang
invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan
perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat
limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2)
inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus
atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan
karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan
reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma
(2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe
khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada
wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak
terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma
(2%)
Papillary carcinoma merupakan
tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang
wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm.
McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang
rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
e. Tubular carcinoma
(2%)
Tubular carcinoma merupakan
tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara
yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode
awal menopause. Long-term
survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma
(10%)
Invasive
lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli
tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi
adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.
IV. Kanker
yang jarang (adenoid cystic, squamous
cell, apocrine)
Tabel 1.2. Distribusi lokasi tumor menurut histologisnya pada
semua pasien 1
|
|
Location
|
Lobular (%)
|
Ductal (%)
|
Combination
(%)
|
Nipple
|
2.2
|
1.7
|
1.9
|
Central
|
6.0
|
5.3
|
6.1
|
Upper inner
|
7.3
|
9.2
|
8.3
|
Lower inner
|
3.8
|
4.7
|
3.9
|
Upper outer
|
37.0
|
36.9
|
37.1
|
Lower outer
|
5.8
|
6.4
|
5.7
|
Axillary tail
|
0.8
|
0.8
|
0.6
|
Overlapping*
|
18.6
|
18.2
|
19.9
|
NOS (not
otherwise specified)
|
18.6
|
16.8
|
16.5
|
|
*Lesions
overlap between two quadrants within the breast.
|
Tabel 1.3. TNM
Staging System untuk Breast Cancer
|
2.6. Staging 6
7. STAGING
Stadium
penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh
manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau
jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain. Stadium hanya dikenal
pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan
suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan
pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen,
USG, dan bila memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi,
dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak
dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang
direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari World
Health Organization)/AJCC (American Joint Committee On cancer yang
disponsori oleh American Cancer Society dan American
College of Surgeons). TNM merupakan singkatan dari "T"
yaitu tumor size atau ukuran tumor, "N"
yaitu node atau kelenjar getah bening regional dan
"M" yaitu metastasis atau penyebaran jauh. Ketiga
faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA).
Pada kanker payudara,
penilaian TNM sebagai berikut:
T (tumor size), ukuran
tumor:
T 0: tidak ditemukan tumor
primer
T 1: ukuran tumor diameter 2
cm atau kurang
T 2: ukuran tumor diameter
antara 2-5 cm
T 3: ukuran tumor diameter
> 5 cm
T 4: ukuran tumor berapa
saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau dinding dada atau pada
keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau
ada benjolan kecil di kulit di luar tumor utama
N (node), kelenjar
getah bening regional:
N 0: tidak terdapat
metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla
N 1: ada metastasis ke kgb
aksilla yang masih dapat digerakkan
N 2: ada metastasis ke kgb
aksilla yang sulit digerakkan
N 3: ada metastasis ke kgb di
atas tulang selangka (supraclavicula) atau pada kgb di mammary
interna di dekat tulang sternum
M (metastasis),
penyebaran jauh:
M x: metastasis jauh belum
dapat dinilai
M 0:
tidak terdapat metastasis jauh
M 1: terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor
T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabung dan akan
diperoleh stadium kanker sebagai berikut:
Stadium 0: Tis N0 M0
Stadium 1: T1 N0 M0
Stadium
II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0
Stadium
II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0
Stadium
III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T2 N2 M0
Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1
M0/T4 N2 M0
Stadium III C: Tiap T N3 M0
Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1
Kanker payudara mempunyai 4 stadium, yaitu:
a)
Stadium
I
Tumor yang berdiameter kurang 2 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh. Tumor terbatas pada payudara
dan tidak terfiksasi pada kulit dan otot pektoralis.
b)
Stadium IIa
Tumor yang
berdiameter kurang 2 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa
penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter kurang 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
c)
Stadium IIb
Tumor
yang berdiameter kurang 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan tanpa
penyebaran jauh atau tumor yang berdiameter lebih 5 cm tanpa keterlibatan
limfonodus (LN) dan tanpa penyebaran jauh.
d)
Stadium IIIa
Tumor yang berdiameter lebih
5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) tanpa penyebaran jauh.
e)
Stadium IIIb
Tumor
yang berdiameter lebih 5 cm dengan keterlibatan limfonodus (LN) dan terdapat
penyebaran jauh berupa metastasis ke supraklavikula dengan keterlibatan
limfonodus (LN) supraklavikula atau metastasis ke infraklavikula atau
menginfiltrasi / menyebar ke kulit atau dinding toraks atau tumor dengan edema
pada tangan. Tumor telah menyebar ke dinding dada atau menyebabkan pembengkakan
bisa juga luka bernanah di payudara. Didiagnosis sebagai Inflamatory Breast
Cancer. Bisa sudah atau bisa juga belum menyebar ke pembuluh getah bening di
ketiak dan lengan atas, tapi tidak menyebar ke bagian lain dari organ tubuh
f)
Stadium IIIc
Ukuran
tumor bisa berapa saja dan terdapat metastasis kelenjar limfe infraklavikular
ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastasis kelenjar limfe
mammaria interna dan metastase kelenjar limfe aksilar, atau metastasis kelenjar
limfe supraklavikular ipsilateral
g)
Stadium IV
Tumor yang mengalami
metastasis jauh, yaitu : tulang, paru-paru, liver atau tulang rusuk.
8.
GEJALA
Gejala yang yang paling sering meliputi :
1)
Penderita
merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a.
Benjolan atau penebalan dalam atau
sekitar payudara atau di daerah ketiak
b.
Puting susu terasa mengeras
2)
Penderita
melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a.
Perubahan ukuran maupun bentuk dari
payudara
b.
Puting susu tertarik ke dalam payudara
c.
Kulit payudara, areola, atau puting
bersisik, merah, atau bengkak. Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit
jeruk.
3)
Keluarnya
sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal
kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel kanker telah
menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe yang berada di
sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain,
paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.
Pada
33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada payudaranya. Tanda
dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan meliputi pembesaran
atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu dapat berupa retraksi
atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara, massa di ketiak,
ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker payudara tidak
memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya berhubungan dengan
kelainan yang bersifat jinak.
9.
DIAGNOSIS
a. Inspeksi
Inpeksi
bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau
d’orange), retraksi kulit atau putting susu, dan eritem
b.
Palpasi
Dilakukan palpasi pada
payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila,
supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk,
mobilitas atau fiksasinya.
c.
Pemeriksaan penunjang
a) Mammografi
Mammografi merupakan
pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara
sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat
diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran
yang dapat dideteksi melalui palpasi.
Mammografi telah digunakan di
Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus dimodifikasi dan
diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi konvensional
menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya.
Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi
mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik.
Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal
(CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae yang
lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail of Spence.
Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik pada aspek
medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar. Radiologis yang
berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat false-positive
sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang
spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa
gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae
dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda
penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya
kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan
klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi
sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network
(NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan
payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada
suatu penelitian atas screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar
40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang
dilakukan skrining dengan mammografi.
b) Ultrasonografi
(USG)
Penggunaan USG merupakan
pemeriksaan penunjang yang penting untuk membantu hasil mammografi yang tidak
jelas atau meragukan, baik digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau
massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran
dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di
bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan
batasyang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding
yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan
akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy
(FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG
merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien
tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik
tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi, lesi payudara lain
dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan mammografi tidak
didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat
kecil.
MRI sangat sensitif tetapi
tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining. Sebagai contoh,
MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut.
MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan
karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma
lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.
d.
Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy
(FNAB)
dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih
murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. Teknik ini
memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae
dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat
rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan
klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang
mencurigakan jika hasil sitology FNA adalah negatif, kecuali
secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle)
biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan jarum
yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari
massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective
dengan anestesi lokal.
Open biopsy dengan
lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan
defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle
biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya
dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan
dengan open biopsy.Open biopsy dapat berupa biopsy
insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-needle
biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis
curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle
biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.
e.
Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri
dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu faktor yang meningkatkan
resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan
yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini
digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan
termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik
yang mengarah pada karsinoma.
Nilai prognostik dan
prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1) petanda proliferasi
seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2)
petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis
seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan indeks
angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor
receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu
dan epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.
10. SKRINING
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American
Cancer Society:
ΓΌ Wanita
berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara
terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
ΓΌ Wanita
berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk
mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter,
dianjurakan setiap 3 tahun.
ΓΌ Setiap
wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur 20
tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
ΓΌ Wanita
yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan mammogram
setiap tahun.
ΓΌ Wanita
yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan
konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.
ΓΌ Wanita
yang risiko rendah (<15 b="" mri="" pemeriksaan="" periodik="" perlu="" tahun.="" tiap="" tidak="">15>